Lihat ke Halaman Asli

Tonang Dwi Ardyanto

TERVERIFIKASI

Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Perlu Kompromi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan BPJS Kesehatan

Diperbarui: 26 Januari 2016   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Warga antre menunggu dibukanya loket pendaftaran BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Tarakan, Jakarta Pusat, Senin (7/7/2014). (Kompas.com/ANGGA BHAGYA NUGRAHA)

Dalam dua catatan yang saya sampaikan di Kompasiana, ada beberapa masalah yang cukup sensitif.

Pertama, terkait penon-aktifan peserta PBI, yang membuat jadi masalah bagi peserta maupun terutama pemberi layanan. SK Kemensos tanggal 9 Desember 2015, tetapi baru dirilis secara publik pada tanggal 7 Januari 2016. Ada 1,7 juta yang tidak lagi aktif. Ada sekitar 600 ribuan yang meninggal (dan ini tidak masalah). Tetapi bagaimana dengan yang dianggap sudah mampu dan alamat ganda? Ada dua hal. Bagi Faskes yang sudah terlanjur melayani sebelum dirilis, tentu dihadapkan pada posisi sulit: mau mengajukan klaim, tidak bisa karena sudah tidak lagi aktif. Bagi peserta, tentu ini juga mengagetkan dan membuat bingung. Perlu kebijaksanaan lintas kementerian dan lembaga termasuk BPJSK untuk mencari jalan kompromi. 

Ini dengan tidak mengurangi pula kemendesakan soal migrasi Jamkesda ke JKN yang menyisakan masalah bagi yang sebelumnya ditanggung Jamkesda sekarang tidak bisa masuk dalam kriteria PBI. Untuk hal ini, lebih ke Pemerintah Daerah. 

Masalah kedua adalah terbitnya Fornas 2016. Fornas itu sendiri ditandatangani 31 Desember 2015. Baru mulai beredar di publik sekitar tanggal 20-an Januari 2016. Bahkan banyak RS yang sampai hari ini pun belum menerimanya. Padahal di dalamnya ada perubahan cukup signifikan, terkait obat kemoterapi yang tidak masuk lagi dalam Fornas 2016. Beberapa yang tercatat sampai saat tidak lagi masuk dalam Fornas 2016 ini adalah: Lapatinib, Mitomisin C, Paklitaksel, Sitarabin, Trastuzumab, Vinblastin, Vinkristin, Asam ibandronat dan kalsium folinat. Memang ada pula yang dimasukkan baru. 

Menjadi masalah karena tidak sedikit RS yang sudah terlanjur memberi pelayanan obat tersebut sebelum tahu ada perubahan dalam Fornas. Secara regulasi, itu menjadi tanggungan RS yang bersangkutan. Tentu berat sekali beban ini.

Setelah tahu ada perubahan pun, tidak mudah. Ada yang kemudian memutuskan menghentikan dulu pelayanan kemoterapi sebelum ada keputusan jelas. Ada juga yang kemudian terpaksa "meminta persetujuan pasien untuk membayar sendiri obat kemo". Kedua pilihan ini sama-sama berat.

Padahal pekan ini dan pekan depan adalah hari-hari di mana RS mengajukan klaim kepada BPJSK. Kalau tanpa diskresi dari Kementerian dan Lembaga terkait, akan menjadi masalah besar. Bila tidak dicermati dan ditindaklanjuti dengan baik, berisiko timbulnya ketegangan dan gesekan di lapangan. 

Untuk itu, usulan pribadi saya (sebelum nanti barangkali bisa disepakati secara organisasi) mohon kepada Ibu Menkes dan Ibu Mensos menerbitkan Diskresi untuk mengecualikan aturan tersebut selama masa transisi. Sebutlah masa transisi itu minimal tanggal 1-7 Januari 2016 untuk status peserta PBI dan Satu bulan selama Januari 2016 terkait penerapan Fornas 2015. Bentuknya tentu lebih tepat Kepmen, atau minimal SE. Dengan diskresi tersebut, diharapkan meminimalkan permasalahan yang timbul di lapangan. 

Kepada BPJSK, saya mengusulkan dan mendorong dengan sangat untuk bersama-sama dengan para peserta dan penyedia layanan untuk menyampaikan permasalahan ini dan mendorong kedua Kementerian untuk memberikan Diskresi daripada timbul simpang siur dan tumpang tindih di lapangan. 

Saya sampaikan usul ini, semata-mata demi kesinambungan JKN. 

#SalamKawalJKN




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline