Lihat ke Halaman Asli

Tonang Dwi Ardyanto

TERVERIFIKASI

Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Pak Presiden, Mau Dibawa ke Mana KIS Kita?

Diperbarui: 25 Januari 2016   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Calon presiden Joko Widodo menunjukkan kartu Indonesia Sehat kepada para nelayan di Medan Labuan, Sumatera Utara, Selasa (10/6/2014). (Ilustrasi - Kompas.com/SABRINA ASRIL)

Mohon ijin Pak Presiden untuk langsung pada pokok masalahnya. Sejak lebih dari satu tahun lalu, topik KIS menjadi salah satu unggulan kampanye Capres pada bulan Juni 2014, kami sudah berusaha mengingatkan. Beberapa hal menimbulkan kebingungan tentang apakah benar KIS itu: lebih luas cakupan pesertanya? lebih banyak yang ditanggung? apakah tidak tumpang tindih dengan JKN? Sayang sekali, bahkan Tim Sukses pun tidak cukup mampu menjelaskannya.

Ketika menjelang 3 November 2014, saat pertama kali ada pembagian KIS, kembali kami mengingatkan dan mengusulkan agar ada langkah secara regulasi. Semata agar KIS tidak perlu dianggap melanggar regulasi. Intinya, tetapkan saja bahwa untuk menjalankan Program JKN, kepada para peserta diberikan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Tapi toh, nyatanya berjalan terus seolah dianggap KIS itu “tidak bermasalah”.

Sampai hari ini, hanya ada 2 regulasi yang menyangkut KIS. Pertama, pembagian KIS dimulai tanggal 3 November 2014. Tanggal 7 November 2014 dinyatakan sudah ada Inpres no 7/2014 yang disebut-sebut mendasari Kartu Sakti Jokowi. Namun keberadaan Inpres ini dianggap tidak bisa menjadi dasar hukum, karena tidak sesuai dengan UU no 12/2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.

Hasil penelusuran, ternyata ada Perpres no 166/2014 yang ditanda tangani tanggal 3 November 2014, dan diundangkan tanggal 10 November 2014. Beritanya baru muncul di laman resmi Setkab pada tanggal 19 November 2014.

Perpres tersebut sama sekali tidak menyinggung keberadaan Perpres 12/2013 dan Perpres 111/2013 yang sudah terbit sebelumnya tentang JKN. Bahkan dalam konsideran sekalipun. Begitu juga tentang PP 103/2012 tentang Pentahapan Kepesertaan JKN.

Kedua, karena KIS sudah mulai dibagikan pada tanggal 3 November 2014, padahal waktu itu belum jelas regulasinya, maka tanggal 5 November 2014, Dirjen BUK Kemkes menerbitkan Surat Edaran. Isinya: Pemegang KIS dilayani sebagaimana pelayanan kepada peserta PBI.

Padahal, per 1 Maret 2015, tidak hanya peserta BPI yang secara bertahap diberi KIS. Pendaftar peserta JKN kelompok Mandiri juga mendapat KIS, tidak lagi dalam bentuk Kartu BPJS. Berarti, semua kelompok Mandiri juga dilayani seperti PBI?

Mengapa regulasi-regulasi di Kemkes belum juga dikuatkan? Karena acuannya di level peraturan lebih tinggi juga belum ada.

Sampai November kemarin, sudah tercetak 55,53 juta KIS. Tetapi tidak sedikit laporan tentang data-data yang keliru. Ujung-ujungnya BPJSK yang disalahkan. Padahal kewenangan verifikasi dan validasi data serta penetapannya ada pada Kemensos dan Kemkes. Tidak jelas juga, dari 55,53 juga itu berapa yang kelompok PBI dan berapa yang kelompok Mandiri.

Hal-hal seperti ini sebenarnya “sederhana” tetapi nampaknya tidak segera diperbaiki. Entah karena saking sederhananya sehingga dianggap tidak masalah. Atau, justru ternyata “tidak sederhana” masalahnya sehingga tidak juga direvisi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline