Lihat ke Halaman Asli

Pemberitaan Televisi Tidak Berimbang

Diperbarui: 20 Juni 2015   05:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dulu ketika stasiun televisi milik pemerintah (TVRI) masih jaya-jayanya semua informasi terpusat darinya, pembawaan informasi baik tulisan maupun suara tidak muluk-muluk, fakta dan apa adanya, bahkan sempat alm presenter senior Krisbiantoro menjadi idola para wanita dizamannya.

Teknologi terus berkembang memasuki era 2000 sampai sekarang, teknologi internet misalnya sudah menjadi lifestyle dan kebutuhan hidup terutama dalam hal mengakses informasi atau pemberitaan, pun tak mau ketinggalan pertelevisian di Indonesia, makin kesini (terutama) televisi swasta membangun karakter tivi sendiri-sendiri, ingin beda dan tidak mainstream; ada yang focus ke komedi cerdas, hiburan goyang lalala yeyeye, sinetron, dan ada yang sehari penuh dengan tayangan breaking news.

Saya pribadi tidak tahu betul soal hukum apalagi mengenai ketentuan-ketentuan penayangan di televisi, sebagai masyarakat umum dan awam saya hanya bisa menilai dari apa yang saya lihat.

Disatu sisi saya merasakan bahwa informasi/pemberitaan di Negara kita sudah tidak diragukan lagi ke-anekaragam-an program-program tivinya, mudah di akses dan diterima masyarakat toh sekarang sudah tidak sedikit yang memiliki televisi. Tapi disisi lain saya merasa ada yang “kebablasan”, program-program televisi yang sejatinya menjadi sarana edukasi, hiburan yang bermoral, dan informasi yang berimbang malah seakan menjadi ‘penyakit’ otak yang menjatuhkan martabat bangsa sendiri dan memperlihatkan karakter negatif satu sama lain.

Begini. Tidak sedikit yang mencemooh model per-sinetron-an kita (sinetron masa kini) dan tidak lain yang mencemooh adalah kita sendiri, tapi,… semakin traffic kata sinetron tinggi dimasyarakat justru sinetron semakin booming di program tivi-tivi, bahkan sampai “kebablasan”nya salah satu sinetron disusupi “cerita dadakan” yakni tiba-tiba ada tukang becak jadi-jadi-an (menyamar). Aneh. Jika memang model sinetron kita kurang baik, mbokya yang punya tivinya itu memperbaiki kualitasnya bukan mengejar traffic dan pasar.

Menurut saya bangsa kita bangsa yang sangat kreatif. Ketika satu dua televise swasta menayangkan breaking news kasus korupsi ini korupsi itu, televisi lainnya menayangkan program tivi hiburan goyang lalala yeyeye, biar gak bosan lihat korupsi saja. Tapi,… ujung-ujungnya “kebablasan” juga, hiburan goyang lalala yeyeye terlalu mengumbar ke-erotis-an dan menjadi efek tidak baik untuk anak-anak yang menontonnya.Terlambat, sudah banyak anak kecil yang hafal goyang lalala yeyeye, harusnya distop penayangannya setelah 1-3 program tivi tayang, bukan menunggu efek baru dicegah, KPI kemana aja woi.

Udah. Masih banyak lagi kekreatifan dan keanegaraman pertelevisian kita masa kini. Apalagi menjelang Pilpres 9 juli 2014 mendatang.

Aih sadappp, bahasannya,…

Sudah gak diragukan lagi. Ada dua televise swasta yang gak berimbang dalam menayangkan informasi atau pemberitaan dua capres dan cawapres.

Sekali lagi. Jika saya memposisikan sebagai masyarakat awam yang tidak tahu ketentuan-ketentuan penayangan televise dan sama sekali tidak mengerti politik, maka saya mudah untuk;


  1. Membenarkan pemberitaan dan mencemooh salah satu capres dan cawapres
  2. Tidak percaya pemberitaan dari dua-duanya dan menganggap dua stasiun televise swasta itu penjahat bangsa


Point nomor dua. Sebodoh apakah masayarakat Indonesia untuk percaya pemberitaan yang sudah jelas tidak berimbang dan denger-denger mereka saling black campaign? Itu yang harus dua stasiun televise ketahui. Percuma dan hanya akan sia-sia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline