Tahun 2002 lalu, usai shalat berjama'ah di mushalla kantor di bilangan Jl. Gatot Soebroto, Jakarta, salah seorang rekan menyampaikan kultum, kuliah tujuh menit. Saya sudah tidak ingat lagi detailnya, tapi saya ingat point-point yang disampaikannya, karena cukup unik dan saya baru pertama kali dengar. Beliau menyampaikan tipe-tipe muslim, sebagai berikut (tentu saja tambahan penjelasan adalah dari saya, karena ya itu tadi, saya sudah tidak ingat lagi detail kultumnya):
1. Muslim Musiman
Ini adalah tipe muslim yang keberagamaannya cuma ikut-ikutan tradisi atau trend saja. Keberagamaannya bukan berangkat dari penggalian yang dalam akan berbagai aspek keislaman, bukan berangkat dari pilihan sadar hati nuraninya, dan tidak dilandasi semangat untuk terus belajar dan memperbaiki kualitas dan menambah kuantitas pemahaman dan pengamalan keislaman. Ibarat perahu kayu tanpa layar, tanpa dayung, dan tanpa kemudi yang mengapung di tengah samudera. Penentu arah perahu itu cuma gelombang. Gelombang ke utara, maka perahu bergerak ke utara. Gelombang ke selatan, maka perahu melaju ke selatan. Begitu seterusnya. Muslim seperti ini tidak pernah ajeg dan sungguh-sungguh dalam menjalankan keislamannya. Muslim musiman berislam berdasarkan momen saja, misalnya saat ramadhan, menikah, musibah kematian, musibah bencana alam, idul qurban, dan lain-lain. Usai momen, berlalu pula religiusitasnya. Muslim musiman ini juga kerap disebut dengan istilah populer: Islam KTP.
2. Muslim Musingin
Musingin adalah istilah Betawi yang bermakna "membuat kepala atau pikiran jadi pusing atau mumet". Istilah bahasa Indonesianya yang baik dan benar adalah 'memusingkan'. Ini adalah tipe muslim yang ucapan dan ulahnya membuat banyak orang mengurut dada. Izinkan saya membagi tipe ini ke dalam empat 'sub tipe' sebagai berikut:
a. Para penganjur kebaikan saja. Ini adalah muslim yang sebenarnya baik-baik saja. Tutur bahasanya halus. Rajin ibadahnya. Akhlaqnya lembut. Tapi banyak dari mereka yang jadi apatis terhadap (situasi dan kondisi) lingkungan sekitarnya. Mereka tidak menaruh perhatian pada upaya-upaya penghilangan keburukan (kebathilan). Bagi mereka tertanam semacam ide bahwa keburukan akan hilang kalau kita cukup berbuat baik saja dan mengajak orang lain untuk berbuat baik seperti mereka. Mereka akan setuju argumen: "biarlah Allah saja yang balas pelaku keburukan itu, kita tidak perlu ikut campur". Agaknya mereka lupa (atau menutup mata?) bahwa keburukan kini tampil lebih sistematis, lebih 'cerdas', lebih menarik kemasannya, bahkan lebih samar-samar (sehingga dikira orang sebagai kebaikan). Mereka tidak peduli dengan merajalelanya keburukan. Mereka acuh tak acuh dengan merebaknya keburukan yang dianggap sebagai kelumrahan. Mereka sulit diajak untuk sumbang saran, tenaga, dan harta dalam rangka menghilangkan keburukan. Mereka terlalu asyik dengan dunianya sendiri. Sungguh muslim musingin.
b. Para penghancur kebathilan saja. Ini adalah tipe muslim yang 'keras'. Mereka sering dicitrakan (dan membuat dirinya dicitrakan?) sebagai orang-orang yang 'galak'. Mereka lantang menyuarakan penolakan (dan penghancuran) kebathilan. Sebenarnya apa yang mereka suarakan, itu ada perintah dan tuntunannya dalam Al Qur-an maupun As Sunnah. Tapi mereka suka memiliki 'tafsiran khas' atasnya. Ini terlihat dari ucapan dan kelakuannya dalam merespon situasi dan kondisi lingkungannya. Mereka lebih dominan mempergunakan kacamata benar salah dan hitam putih dalam memandang suatu persoalan. Pendekatannya adalah pendekatan 'perlawanan'. Bagi mereka tidak ada kompromi dengan kebathilan, termasuk dalam cara-cara menghilangkan kebathilan itu. Mereka (relatif) mudah untuk mencap sesat, bid'ah, munafiq, bahkan kafir kepada baik itu orang-orang yang melakukan kebathilan, maupun kepada orang-orang yang bukan ahlul bathil namun tidak setuju dengan cara yang mereka tempuh. Maka sering kita dapati berbagai aksi kekerasan (yang sebenarnya sering tidak perlu) menentang kebathilan: pengrusakan, perkelahian, penganiayaan, bahkan pengeboman. Celakanya, banyak orang-orang non muslim yang menganggap perbuatan itu adalah representasi dari ajaran Islam. Sungguh muslim musingin.
c. Para pengasong paham SEPILIS. SEPILIS adalah singkatan dari sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme. Entah siapa yang pertama kali membuat akronim itu. Saya hanya meminjamnya saja. Disingkat SEPILIS agar mengingatkan pada penyebutan nama penyakit menular seksual, Syphilis. Ketiga paham tersebut bisa disebut sebagai 'penyakit' (menular dan berbahaya); penyakit pikiran. Salah satu keputusan Munas MUI tahun 2005 adalah pengharaman ketiga paham itu. Mereka menggugat fondasi dan sendi-sendi ajaran Islam, menawarkan 'tafsiran' baru, merelatifkan nilai-nilai (kebenaran) Islam, dan menganjurkan membuka pintu ijtihad seluas-luasnya tanpa batas. Bangunan Islam versi SEPILIS adalah sebuah bangunan yang jauh berbeda dengan Islam sebelumnya. Dukungan dana yang nyaris tak terbatas dan media massa besar dan luas pengaruhnya, menjadikan mereka leluasa menyebarluaskan paham SEPILIS ini. Mereka juga banyak bergerak di kampus-kampus agama. Mereka masukkan paham SEPILIS melalui kurikulum di kampus-kampus agama. Mereka rajin membuat tulisan mengenai topik-topik paham SEPILIS di koran, majalah, dan internet. Mereka aktif menulis, menterjemahkan, dan menyebarluaskan buku-buku tentang SEPILIS. Hal-hal yang haram dalam Islam, justru dibolehkan oleh mereka. Sebaliknya hal-hal yang dihalalkan, malah dikecam dan diopinikan buruk. Sungguh muslim musingin.
d. Para pelaku kejahatan. Ini adalah muslim kriminil. Ini sebenarnya tidak ada kaitan dengan (identitas) agama. Tapi jika kita merujuk pada Al Qur-an dan As Sunnah, seharusnya muslim itu mampu menebar kedamaian bagi sesama. Rasulullah bahkan menegaskan bahwa seorang muslim itu adalah yang orang lain selamat dari dirinya. Maksudnya tidak mencelakakan orang lain. Para pelaku kejahatan adalah sampah masyarakat yang meresahkan. Lingkungan tidak aman dan nyaman karena mereka. Sungguh muslim musingin.
3. Muslim Mu'minin
Inilah muslim yang benar. Cukuplah firman Allah SWT yang menjelaskan muslim tipe ini: