Lihat ke Halaman Asli

TOMY PERUCHO

Praktisi Perbankan, berkeluarga dan memiliki 2 orang anak.

Itu Bisa Diatur...

Diperbarui: 10 Juli 2020   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terinspirasi dari judul film komedi "semua bisa diatur" yang diperankan Trio Komedian DKI (Dono Kasino Indro), ternyata istilah tersebut juga terjadi pada kehidupan kita sehari-hari.

Dalam sebuah anekdot lawas dikisahkan, seorang pimpinan sebuah perusahaan "pt maju mundur" sedang mencari kandidat yang "mudah diatur". Dari sekian banyak pelamar yang masuk, terpilihlah 3 kandidat yang akan bersaing dalam memperebutkan posisi yang vacant (lowong) dan si pimpinan yang akan langsung menginterview para kandidat tersebut.

Karena masing-masing kandidat adalah orang-orang yang pandai dan tidak diragukan lagi kemampuannya, maka dengan didampingi penasehtnya si pimpinan menguji nya melalui interview singkat dengan pertanyaan matematika sederhana, yaitu : menurut anda 2 + 2 hasilnya berapa ?, kandidat 1 menjawab : 4, penasehat pun membisikan "oh yang ini tidak disarankan pak, kandidat ini terlalu jujur. Kandidat kedua menjawab : 8, penasehat membisikan kepada si pimpinan, "kandidat ini juga tidak disarankankan pak, riskan karena ada potensi serakah. Tiba giliran kandidat ketiga menjawab : menurut saya "itu bisa diatur/dikondisikan" Pak. "Lho kok bisa? "Benar Pak, zaman sekarang segala sesuatu nya mudah dan bisa diatur dan bisa dikondisikan Pak.

Film, Video, Foto saja semuanya bisa di edit, mau sebagus apa tinggal bilang saja nanti bisa dibuat lebih bagus dibandingkan objek aslinya, demikian pula urusan-urusan lainnya. "Oooh...begitu ya"gumam si pimpinan. Seketika si penasehat dengan wajah cerah, ia pun membisikkan...nah ini dia Pak, orang yang cocok, orang nya mudah diatur dan fleksibel.

Bahasa "itu bisa diatur atau dikondisikan" sering kita dengar dan mungkin kita juga menggunakannya, tetapi makna dan implementasinya sangatlah tergantung bagaimana kita mengintepretasikan dan menyikapinya. Bisa menjadi positif bila ditujukan untuk hal-hal positif, walaupun fakta yang sering terjadi cenderung berkonotasi negative.

Pesan yang disampaikan pada kisah di atas adalah BERANI Jujur itu hebat! Sekalipun harus menghadapi berbagai rintangan dan berbagai risiko. Pesan lainnya adalah Jujur itu harus (mutlak), karena dengan jujur kita dipercaya orang, semua pintu terbuka untuk kita.

Namun orang yang jujur dan lurus, tidak semua orang suka dan tidak semua lingkungan akan menerimanya. Oleh karena itu benar adanya pepatah yang mengatakan bahwa "Jujur itu harus, Lurus jangan". Mengapa lurus jangan? Karena pada faktanya seringkali terjadi "bila bisa dipersulit kenapa harus dipermudah". 

Selalu mawas diri dan waspada terhadap berbagai hal yang dapat menjadi penghalang ketika kita sedang berupaya mencapai tujuan yang baik.

Demikian pula dengan kepandaian yang kita miliki, ternyata pandai saja belum cukup tetapi harus "pandai-pandai". 

Sebagaimana nasehat orang tua kepada anaknya, "pandai-pandai jaga diri ya nak". Bekerja pun demikian, tidak hanya sekedar dari hati tetapi kita juga harus "hati-hati" agar tidak melakukan hal-hal yang "sampai hati".

Berani jujur itu HEBAT! Bekerjalah ikhlas dan sepenuh hati, pandai-pandai jaga diri dan melangkahlah dengan hati-hati agar kita tidak lupa diri dengan Sabar dan selalu Bersyukur...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline