Lihat ke Halaman Asli

TOMY PERUCHO

Praktisi Perbankan, berkeluarga dan memiliki 2 orang anak.

Saya Tidak Tahu...

Diperbarui: 30 Juni 2020   22:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu ketika seorang ayah sedang bekerja di kantor, tiba2 ia menerima telepon dari pihak sekolah... ia diminta untuk menemui guru anak nya di sekolah. Guru anaknya tersebut menyampaikan informasi mengenai kenakalan si anak, salah satunya ketika bermain bola ia memecahkan kaca jendela sekolah.

Atas informasi tersebut, sang Ayah diminta mengingatkan anaknya untuk segera memperbaiki perilakunya agar tidak terkena hukuman yang lebih berat. Selain itu, ia juga harus mengganti kaca jendela yang pecah tadi...

Sebagai orang tua si ayah tentunya harus bertanggung jawab atas segala perbuatan anaknya...walaupun ia tidak mengetahui kejadiannya secara langsung. Sebagai orang tua, apakah si ayah akan atau dapat menghindar dari hal ini ?

Belum lama ini, seorang pimpinan dimutasi karena perbuatan anak buah nya. Hal tersebut merupakan refleksi dari bentuk tanggungjawab untuk melakukan perbaikan didalam organisasinya.

Sebagai pimpinan tertinggi dalam suatu otoritas wilayah, tentu sang pimpinan dituntut untuk mengetahui segala sesuatu yang terjadi yang berada dalam kewenangan dan tanggungjawabnya. 

Sedangkan di Asia serta di negara2 maju seperti di Eropa, seorang Perdana Menteri mundur karena ia merasa harus bertanggungjawab atas perbuatan salah satu menteri nya. Seorang menteri mengundurkan diri bila ia melakukan penyimpangan atau kesalahan, dst.

Mengundurkan diri dan siap menerima segala konsekuensi mencerminkan mentalitas dan integritas, sikap tanggung jawab moral sebagai seorang pemimpin. Bagaimana dengan di negara kita?

Pada banyak berita mengenai kasus korupsi yang diulas media massa, ada hal yang "menarik" sekaligus sangat memprihatinkan..... yaitu jawaban atau pengakuan dari para pelaku korupsi dan orang2 yang terlibat didalamnya adalah "Saya tidak tahu..., saya tidak ingat, saya lupa...kan saya tidak di tempat... hingga tidak ingat sama sekali karena mengalami amnesia tiba2.

Jawaban "Saya tidak tahu...", kelihatannya merupakan jawaban yang paling populer, mudah dan terkesan tidak professional, bahkan dijadikan jawaban pamungkas dari orang2 yang mengalami gangguan pada integritasnya, sebagai salah satu upaya untuk menghindar dari tanggungjawab.

Rasanya kurang pantas bila seorang pemimpin / professional menjawab "Saya tidak tahu..." ketika ditanya oleh pimpinannya, mengenai hal yang terjadi didalam scope authority atau kewenangannya, karena hal tersebut bisa mengartikan keragu2an... yaitu : ia memang benar2 tidak tahu, ia sebenarnya tahu tetapi pura2 tidak tahu, dan yang paling parah ia tidak mau tahu sama sekali alias menghindar dari tanggungjawab. 

Di bawah ini beberapa contoh jawaban seorang pemimpin yang baik, antara lain :

  • Bila ia tidak tahu, "saya akan segera mencari tahu lebih jauh tentang hal ini dan saya segera sampaikan feedbacknya..."
  • Bila ia mengetahui duduk permasalahannya, "baik saya segera tindaklanjuti dengan mengambil langkah2/tindakan sesuai peraturan yang berlaku..."
  • Bila ternyata ia atau anggota teamnya menghadapi masalah..." sebagai pimpinan kelompok/team ini, saya bertanggung jawab dan siap menerima segala konsekuensi atas hal ini, saya akan segera mengambil  langkah2 untuk memperbaikinya".
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline