Lihat ke Halaman Asli

Nursery Room di Mal

Diperbarui: 5 April 2024   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Petugas membersihkan ruangan bertanda "Family" atau Nursery Room di sebuah mal di kawasan Karet Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (26/2/2016). (Warta Kota/Alex Suban)

Setelah anak memasuki usia 2 (dua) tahun maka durasi kunjungan ke nursery room (ruang anak) mulai berkurang. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa di Kota Surabaya terdapat kurang lebih 35 (tiga puluh lima) mal, hal ini menunjukkan bahwa wisata mal merupakan salah satu kebutuhan warga. 

Terdapat permasalahan serius ketika mengunjungi salah satu mal populer, ketika anak perempuan saya ingin mengganti popok maka terdapat suatu "penolakan" bahwa pria tidak boleh masuk.

Anak perempuan yang sangat dekat pada ayahnya pada akhirnya harus diberikan kepada ibunya. Sebetulnya saya bisa saja masuk ke nursery room namun akses yang berdekatan dengan toilet perempuan menjadikan ketidaknyamanan. 

Hal ini menunjukkan bahwa belum ada kesepahaman gender bahwa pria juga pengasuh anak yang andal. Kemudian keberadaan nursery room tidak berada di tiap lantai sehingga butuh waktu untuk mencapainya.

Mal lainnya juga tidak menyediakan penanda bahwa didalam ruangan sedang ada orang lain. Suatu ketika karena anak berkeringat setelah mengkonsumsi makanan maka mengganti pakaian di nursery room adalah solusi terbaik. Pintu terbuka dan ternyata ada seorang wanita sedang menyusui. 

Tentu saja kejadian ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia terhadap anak. Permasalahan lainnya yaitu ruangan yang sempit. Mengapa saya katakan sempit? Sebetulnya kereta anak bisa masuk namun akan membatasi keleluasaan bergerak sehingga diletakkan di luar nursery room.

Permasalahan yang cukup kompleks yaitu ketersediaan fasilitas didalamnya. Secara umum terdapat dipan mirip tempat menimbang anak di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Dipan yang cukup tinggi dengan tidak adanya pembatas sebetulnya memberikan rasa khawatir bagi orangtua, di mana anak bisa terjatuh. Letak ketinggian wastafel seperti pada kamar mandi umumnya sehingga terdapat kesulitan untuk membersihkan kelamin anak. 

Mari dianalogikan mengangkat anak ke wastafel dan membilasnya maka ada kemungkinan terjadi yaitu wastafel jebol, alat kelamin terkena keran hingga licinnya wastafel. Kota Surabaya membutuhkan inovasi dan penguatan dalam nursery room.

Nursery room tidak bisa disamakan dengan kamar mandi disabilitas karena bayi sebetulnya diajarkan untuk memiliki ruang tersendiri. Semakin majunya peradaban manusia dan pemahaman akan hak asasi manusia maka anak-anak pun merupakan generasi yang harus mendapatkan perhatian lebih. 

Keberadaan nursery room tidak sekadar ruang ganti popok, ruang memberikan minyak telon, atau ruang memberi bedak namun penciptaan pola pikir anak beserta orangtua bahwa hal-hal privat harus dihargai. Kemudian mal harus menyediakan ruangan dokter khusus di tempat yang bisa diakses. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline