Lihat ke Halaman Asli

Berbeda dengan yang Lain

Diperbarui: 11 Oktober 2023   18:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di dalam pikiran Socrates, kepala digambarkan sebagai bagian utama negara. Kepala merupakan pimpinan yang berakal dan bijaksana, artinya semua bermula dari kepala. Jika demikian maka segala sesuatu dianggap baik apabila kepala berfungsi sempurna. 

Suatu perusahaan menjadi baik ketika kepala pimpinan memiliki kehendak kuat untuk mengembangkan hingga ke luar negeri, siswa sekolah memiliki prestasi ketika kepala sekolahnya bisa melobi lembaga di luar negeri memberikan beasiswa, pemimpin tokoh agama akan membawa pengikutnya untuk lebih dekat pada Tuhan dengan cara humanis tanpa menciderai orang lain hingga pimpinan di desa menjadi tokoh yang mampu memobilisasi warganya berdaya saing tinggi. 

Dalam konsep bernegara, ketika konsep tidak diterapkan maka tidak akan dapat pengetahuan dalam menjalankannya. Negara sebagai entitas yang memiliki kekuasaan mutlak maka wajib dipimpin dengan kekuasaan mutlak juga. 

Definisi kekuasaan mutlak bukanlah seperti Leviatan dalam bahasa Ibrani: (Livyatan/Liwyn) tetapi tetap ada pembatasan dimana negara mengetahui kapan bertindak mutlak dan kapan menjaga diri. 

Dari hal tersebut, negara ketika melihat fakta hukum di Indonesia maka membutuhkan pemimpin yang berasal dari kekuasaan non partai. Seperti seorang calon gubernur bisa berasal non simpatisan tanpa meninggalkan kehendak alamiahnya. Lantas menjelang tahun 2024 atau tahun pemilihan umum selalu diributkan dengan tema kapasitas pemimpin, peran ketua partai hingga rekam jejak. 

Fokus utama penulis yaitu ketua partai dimana ia memegang kendali atas pemimpin yang dibawanya apalagi ketika koalisi maka peluang besar menjadi semakin ada. Ketua partai tidak dapat disalahkan sepenuhnya namun sebagai ketua bukanlah mengarahkan tanpa memberi kesempatan tetapi secara normatif membimbing calonnya agar mengabdikan dirinya kepada negara. 

Masyarakat awam pun harus menyadari bahwa istilah petugas partai menjadi celetukan yang seolah-olah membenarkan bahwa ketua partailah yang memiliki kehendak kuat. Jikalau demikian maka ketua partai harus memiliki sikap lebih negarawan daripada siapapun. Partai politik harus kembali pada wujudnya sebagai tempat menjalankan alienasi hak dari masyarakat. 

Perwakilan rakyat harus mencerminkan kehendak masyarakat tetapi tidak memilikinya. Kedaulatan rakyat saling melegitimasi kepada pemimpin dan sebaliknya. Kemudian cara terbaik bagaimana? Tetap adanya pembatasan sebagai ketua partai politik misalnya saja paling lama 15 tahun agar ada pemahaman baru akan negara. 

Tetapi jika 15 tahun dijalankan maka lebih lama jabatan kepala desa daripada ketua partai politik dan ini sungguh membingungkan. Mungkin cara bijaksana, pimpinan partai politik harus juga berkampanye dengan baik akan visi misinya sebagai ketua partai politik. Jika begitu negara tetap menjadi baik sesuai apa yang dimaktubkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline