Lihat ke Halaman Asli

Ahok vs Dr. Adhyaksa Dault

Diperbarui: 3 Februari 2016   07:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sangat menggelikan melihat tingkah polah Adhyaksa Dault dalam menyikapi hasil survey CSIS tentang elektabilitas kandidat gubernur DKI untuk pilkada 2017. Menurut hasil survey, eletabilitas Ahok paling moncer, yaitu 43,35 % , disusul oleh Ridwan Kamil sebesar 17,25 %, Tri Rismaharini 8% dan Adhyaksa Dault (AD) paling bontot hanya 4,25%.Lucunya si AD justru yang paling bontot, tapi paling nyinyir kepada Ahok yang mendapatkan elektabilitas tertinggi. Ridwan Kamil dan Tri Rismaharini yang memiliki elektabilitas lumayan tidak memberikan komentar nyinyir terhadapa angka elektabilitas Ahok.

Si AD yang merasa pintar statistik karena merasa memilki gelar Doktor dan pernah belajar statistik melakukan analisa menghibur diri terhadap perolehan angka elektabilitasnya yang di bawah 5 % itu, dan seolah-olah angka elektabilitas Ahok yang tinggi itu masih "kalah" dengan elektabilitasnya hahahaha.

Logikanya seperti ini, katanya ada 57% warga Jakarta yang gak memilih Ahok, karena elektabilitas Ahok hanya 43,35 %. Lalu ketika Ahok membalikkan logika sesat pikirnya tersebutm bahwa ada 96% warga DKI yang gak akan memilih AD, si AD lalu kebakaran kumisnya yang tebal itu. Katanya Ahok jangan jumawa hahahaha. Lah dia yang kasih contoh logika seperti itu, ketika dibalikkin ke dia, kok malah marah-marah.

Lucunya lagi ketika Ahok menggunakan logika seperti logika yang dipakai AD, si AD malah lebih nyolot lagi katanya Ahok tidak tahu tentang statsitik, dan merasa diri lebih pintar dalam hal statistik karena dia seorang Doktor hahahaha.Bukankah logika yang dipake Ahok, mengikuti cara berpikir si AD, tapi Ahok dianggap salah, tidak mengikuti kaidah statistik. Gemblung.

Si AD malah menantang Ahok untuk berdebat masalah angka tingkat elektabilitas, pakai bawa2 tingkat popularitas dan belum deklarasi segala. Menurut AD, tingkat popularitas Ahok 100% jadi semua orang kenal Ahok, tapi hanya 43 % yang kenal Ahok yang akan milih Ahok. Sementara tingkat popularitas AD, menurut AD sendiri hanya 50%, yang menurutnya hanya 50 % yang kenal AD, dan dari 50% yang kenal AD ternyata hanya 4 % yang bakal milih dia. Lah kan tetap saja masih kalah dengan prosentasi yang akan milih Ahok. Dari semua yang kenal Ahok 43% bakal milih Ahok, nah si AD dari yang kenal dia hanya setengah dari jumlah pemilih cuma 4 % yang bakal milih dia, apalagi yang 50% yang gak kenal siapa dia, mungkin sama sekali gak ada yang bakal milih AD kan. Logikanya sesimpel itu, mosok tiba2 50% yang gak kenal AD semuanya bakal milih AD. Gak perlu jadi Doktor untuk menganalisa angka-angka elektabilitas dan popularitas tersebut.

Logika Doktor kok aneh yah, ini ibarat ada siswa yang hanya dapat nilai 4 dalam ujian, lalu ada temannya yang dapat nilai 43, tetap saja dia cari pembenaran bahwa temannya itu masih banyak salahnya, karena hanya dapat nilai 43, gak sadar kalau dia justru lebih banyak salahnya karena hanya dapat nilai 4 tapi masih tetap membanggakan diri. Gemblung.

Referensi

1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline