Lihat ke Halaman Asli

Transportasi Itu Aliran Darah

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Banyak dipikir, hitung ini itu, timbang kanan kiri...yang penting eksekusi segera.
Macet kendaraan itu seperti aliran darah yang macet dan beku di suatu anggota tubuh. Kelamaan bisa gangren. Jika telat diamputasi bisa berakhir kematian.
Mau sehat tapi aliran darahnya diurusin seadanya. Jantung, paru, ginjal yang bagus tinggal nunggu ringseknya kalau kurang aliran darah.
Bikin perkantoran mewah, mal megah, perumahan elit, tempat rekreasi modern tapi sulit transportasinya. Malah bikin tambah parah dan tinggal nunggu saja menumpuknya kemacetan di sekitar lokasi tsb.
Ibarat kata...ongkos ngelancarin aliran darah (transportasi) bisa tambah mahal akibat ketambahan betulin organ lain yg jadi rusak (ekonomi seret, ongkos angkut membengkak, telat ekspor barang dll ...dll) jika terus ditunda-tunda.
Kasih subsidi besar nggak usah ragu kalau dipakai bareng-bareng.
Yang salah kalau subsidi ke barang langsung seperti bbm. Siapa dan mekanisme hebat seperti apa yang mampu ngawasin si bbm mau diembat si kaya yg rakus untuk ngeluberin tangki-tangki mobilnya atau diselundupin cukong-cukong buncit ke negeri sebelah.
Subsidi buat kereta komuter, bus umum dan sarana tranportasi lainnya jelas kelihatan dan lebih gampang diawasi. Yang kaya mau pakai dan disubsidi juga nggak apa-apa. Hitung-hitung mengurangi polusi udara karena akhirnya dia parkir deretan mobilnya di garasi. Lagi pula orang kaya di Indonesia jumlah orangnya juga masih sedikit (bukan jumlah hartanya lho ya). Nggak ngaruh kalau nikmati subsidi angkutan umum.
Betul kan....
Tapi nikmatnya beraktifitas bagi sebagian besar penduduk lainnya...wah bukan main dampaknya. Produktifitas kerja meningkat, stress di jalan berkurang, uang transport buat bakar bbm di kemacetan bisa dialihkan buat membeli makanan, pakaian dan belanja lainnya. Industri dan jasa terkait akan menggeliat karena daya beli masyarakat naik akibat efisiensi uang gajinya tadi.
Industri otomotif juga nggak usah merasa terancam, dunia nggak selebar daun kelor. Kalau permintaan kendaraan di perkotaan jadi menurun, kan masih ada pedesaan dan kota-kota kecil yang jalannya masih sepi dari mobil dan motor. Kalau transportasi lancar, daya beli orang desa juga naik akibat mudahnya menyalurkan hasil panen ke kota. Jadi dagangan otomotifnya pasti lakulah. Atau ekspor saja ke negara lain biar kita yang jadi basis lokasi produksinya.
Terakhir nih...kalau transportasi massal mulai diimplementasikan jangan lupa masyarakat juga dibangunkan hunian massal (apartemen, rusun dlsb)  yang dekat ke pusat kota atau minimal di sekitar jalur transportasi tadi. Kalau benar-benar bisa diwujudkan secepatnya, dijamin akan jadi kota dan masyarakat modern yang sehat dan berpostur layaknya atlit senam yang kuat, lentur dan fleksibel.

Ayo dong pemerintah kota se-Indonesia. Pikirkan dan mulai investasi di transportasi massal bagi kotanya masing-masing sebelum parah seperti Jakarta.
(Tokyoites musiman yang galau mau balik ke Ibukota)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline