Lihat ke Halaman Asli

Bocoran Soal UN – Pembodohan Intelektual Yang Terencana

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14291719081426222760

Ujian Nasional (baca: UN) 2015 tingkat SMA baru saja usai. Namun yang menjadi sorotan adalah bocoran soal menjelang dan saat UN.

Sudah langganan bila setiap tahun menjelang UN, sudah beredar bocoran soal-soal. Walaupun sudah diacak dengan sistem Paket, toh tetap saja ada bocorannya. Gilanya lagi, bocoran soal tersebut dijual dengan harga jutaan per paket. Siapa yang mau bocoran tinggal membayar dan hanya sedikit belajar tanpa harus berlelah-lelah dijamin soal yang keluar akan sama persis, dan dijamin pula mendapat nilai yang baik, dan pasti lulus! Luar biasa!

Kejadian bocornya soal UN yang terjadi setiap tahun seakan sudah terorganisir, sudah tersistem. Dan tujuan utamanya adalah uang. Masa bodoh dengan para siswa yang sudah menghabiskan waktu dan tenaga untuk belajar semalam suntuk demi untuk mendapatkan nilai yang baik dengan jujur.

Tidak ada asap jika tidak ada api. Tidak ada kejadian bila tidak ada motivasi atau ide yang memulai, tanpa memikirkan akibatnya. Pembuat bocoran soal tidaklah sendiri. Mereka bersindikat demi uang. Mereka tidak peduli jika para siswa menjadi bodoh karena tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Mereka justru mendapat untung dari kebodohan para siswa. Apakah mereka tidak menyadari bahwa mereka mungkin memiliki anak yang juga siswa sebuah sekolah yang ikut dalam UN? “Ah... masa bodoh!” Mungkin itulah di benak mereka.

Ironisnya, bocoran soal UN adalah kebanyakan untuk mata pelajaran jurusan IPA seperti Fisika, Matematika, Kimia yang notabene jurusan yang dibanggakan para siswa saat masuk jenjang SMA. Para siswa merasa bangga dan prestise bila mereka bisa masuk ke jurusan IPA. Mereka beranggapan jurusan IPA adalah jurusan anak-anak pintar, ber-IQ tinggi, jurusan bergengsi, dll. Dan ketika bocoran soal UN adalah kebanyakan soal-soal pelajaran IPA, dan para siswa rela membayar demi lulus UN, apa yang bisa dibanggakan dengan IPA-nya?

Bila dengan membeli soal bocoran pun mereka berani, tidak heran banyak pula mahasiswa yang rela membayar jasa pembuatan skripsi tanpa harus bersusah-susah berpikir dan berjuang dalam penelitian, atau rela membeli ijazah (palsu) dengan harga jutaan demi menyandang gelar “Ir.”, “Drs.”, “SE”, “SH”., dan lain sebagainya. Oh ironisnya bangsa dan penerus generasi muda kita.

Makanya tidak heran, Indonesia selalu kalah di hampir ajang internasional baik itu bidang olah raga, sains, teknologi, hukum, dsb. Di bidang olahraga sejagat seperti sepak bola, misalnya. Peringkatnya pun kalah oleh Timor Leste, yang sejatinya adalah “saudara sebangsa”. Apalagi di bidang sains dan teknologi, kalah oleh Korea, Jepang, bahkan oleh Tiongkok sekali pun. Begitu juga dengan bahasa. Banyak orang Indonesia yang sok ‘nginggris’ saat bicara agar terkesan pintar, hebat. Padahal harusnya bangga bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang memiliki bahasa ibu, Bahasa Indonesia. Ah.... kasihan bangsaku.

Jika diteruskan, dibiarkan, dan dipelihara hal-hal seperti ini, maka jangan berharap kelak akan lahir intelektual muda yang berasal dari Indonesia yang mengharumkan jagad raya karena prestasinya yang murni bukan karena contekan apalagi bocoran.

Salam Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline