Lihat ke Halaman Asli

Berbagi Pengalaman Keberhasilan Proses Bayi Tabung aka IVF di RS Family Pluit, Jakarta

Diperbarui: 4 April 2017   16:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berbagi pengalaman keberhasilan proses bayi tabung aka IVF di RS. Family Pluit, Jakarta.
Kami menikah tahun 2004 dan sudah menikah 10 tahun dan belom dikaruniai anak. Sejak nikah saya pindah ke Taiwan karena memang istri saya orang Taiwan. Tahun pertama menikah istri saya memang berencana tidak punya anak dulu dan saya pun menganggap santai mengenai hal ini. Tahun kedua kami mencoba punya anak tapi tidak serius, jalani apa adanya dan istri saya juga melakukan HSG untuk melihat apakah ada sumbatan atau tidak dan hasilnya normal2 saja.

Waktu berlalu sampai kami tidak focus dan lupa untuk memiliki anak. Lingkungan di sekitar kami di Taiwan yang memang jarang anak kecil dan banyak temen2 di Taiwan tidak mempunyai anak ataupun belom menikah, jadi kami tidak ada pacuan untuk memiliki anak secara serius. Untuk sekedar infomasi, di Taiwan memang birth rate nya minus, jadi banyak yang meninggal daripada yang lahir, dikarenakan situasi Taiwan yang memang banyak membuat orang tidak ingin punya anak bahkan banyak perempuan2 yang tidak mau menikah, sudah menikah pun banyak yang tidak mau punya anak. Bahkan sampai pemerintah Taiwan pun memberikan insentif untuk mendorong warganya punya anak. Salah satu sebabnya, ga ada yang urusin, kalo di Indonesia kan enak ada babysitter, disana walaupun ada, pasti mahal sekali dan itu pun beda dengan babysitter di Indonesia yang mungkin bisa urus sampai bayinya mencapai paling dikit umur 1 tahun, bahkan lebih.

Tahun 2010, dimana saya baru punya BB dan FB dan terhubung dengan teman2 di Indonesia dimana mereka rata-rata sudah mempunyai anak, dikit2 status di BB atau FB selalu mengenai anak dan ketika saya pulang ke Indonesia dan bertemu dengan mereka (tahun dimana disana sini ada reuni dengan teman lama), intinya selalu mengenai anak dan akhirnya saya terpacu untuk secara serius memiliki anak. Dimulai dengan inseminasi, sinshe, pergi ke berbagai dokter berdasarkan referensi teman dan saudara, sampai yang berhubungan dengan hal gaib karena di Taiwan banyak sekali kuil untuk orang yang tidak punya anak, tapi yang terakhir ini, kami tidak terlalu percaya terlebih bila ada kuil yang minta persyaratan macem2, bila seperti wihara biasa dan kami berdoa, akan kami jalani.

Pernah kami bela2in drive selama 4 jam untuk ke kuil diluar kota Taipei karena direferensi oleh rekanan kami, kalo kuil ini khusus untuk pasangan yang ingin mencari keturunan. Setibanya disana kami di briefing dan ujung2nya bila berhasil ada persyaratannya, yaitu kami harus menyumbang tiap tahun sebesar NTD20000 (setara Rp 8jt dengan kurs sekarang 2014). Wuah, ada satu keterikatan, kalo berhasil pasti saya akan nyumbang tapi kan gak tiap tahun. Kuil ini sangat besar dan indah, terletak di sisi gunung, mungkin manjur makanya besar karena banyak dana yang masuk. Dan salah satu syarat lagi, kami harus mengusap kepala patung Budha yang berjumlah 500 patung sambil mengucapkan amitofo. Berhubung sudah jalan jauh, saya pikir sayang untuk balik lagi. Akhirnya kami jalanin dengan mengusap patung Budha tersebut, dengan cuaca panas dan kondisi letak patung yang tidak beraturan dan posisi patung berada didataran miring, akhirnya kami nyerah ketika menyentuh patung yang ke 50. Saya berpikir, kalo hati udah ga sreg, percuma dilanjutkan. Alhasil kami pulang sia2.

Balik lagi ke usaha kami untuk mendapatkan anak, setelah inseminasi 2 kali dan pergi kebanyak dokter, akhirnya kami putuskan untuk bayi tabung di tahun 2011. Saya search di google tentang dokter IVF yang bagus di Taiwan, akhirnya saya menemukan 1 dokter di daerah Taichung (2 jam drive dr Taipei via toll, jaraknya kira2 jakarta to bandung) dan rata2 orang Taichung mengenal dokter ini. Dokter ini memang sangat ramai dan dengan kondisi klinik yang kecil, bisa dibayangkan betapa semrawutnya pasien yang menunggu. Tidak hanya pasien local, saya lihat banyak pasien dari mancanegara seperti bule, Korea, Jepang. Saya pede banget dengan dokter ini, karena melihat kondisinya yang ramai sekali ditambah adanya pasien mancanegara.

Singkat cerita, kami start Januari 2011 dan selama itu dokter mencoba memberikan obat hormon dan menyuruh kami untuk mencoba normal terlebih dahulu selama beberapa bulan dikarenakan tidak diketemukan masalah kesuburan diantara kami berdua. Sampai bulan April 2011 tidak berhasil juga akhirnya diputuskan untuk bayi tabung. Pada saat OPU hanya terambil 4 telur matang, rasa kecewa sudah mulai terlihat karena saya banyak baca di internet, banyak yang dapat telurnya lebih dari 10, berbekal bahwa telur banyak atau sedikit tidak menjadi patokan, akhirnya saya mencoba untuk tenang. Kekecewaan berikutnya datang lagi, jadwal ET semestinya hari sabtu, berhubung penuh, dipindah ke hari senin karena minggu tutup. Soalnya kami pernah baca review seseorang di internet dengan kejadian yang sama, mestinya OPU hari sabtu berhubung penuh jadi di pindah ke hari senin dan hasilnya gagal, karena kelamaan. Berdoa supaya kejadian itu tidak menimpa kami, kami mencoba tenang dan pasrah karena mungkin itu udah jalannya. Oh yah sejak proses OPU kami menyewa apartemen di daerah Taichung supaya kami tidak bolak balik Taipei yang lumayan jauh.

Pada proses ET, hanya 1 embrio yang bisa ditransfer, 3 lainnya rusak, benar saja perkiraan kami, rasa pesimis pun tambah dalam. Kami pun menunggu dengan was was di apartemen selama 2 minggu. Ada beberapa hal yang tidak di perhatikan oleh istri saya selama proses menunggu, entah berhubungan atau tidak tapi apa salahnya kalo kita bisa jalanin, jalanin aja, seperti misalnya jangan makan coklat, jangan minum teh, harus bedrest, jangan banyak bergerak. Alhasil setelah 2 minggu menunggu, hasilnya negative, sedih, kecewa, kesal, semua jadi satu. Setelah mengetahui hasil yang negative kami kembali menemui dokternya dan ingin tahu apa rekomendasi selanjutnya. Ketika kami ketemu dokter utamanya, dia periksa lagi foto embrionya dan mengatakan bahwa embrio yang di transfer tidak dalam kondisi bagus, WHAAATTTT!!! Pdhal dia sendiri yang melakukan ET dan mengatakan kepada istri saya pada saat ET bahwa tersisa 1 embrio dengan kondisi grade A. Kami tidak bisa berbuat apa, menuntut dokternya? Sangat tidak mungkin, dan dokter itu lalu menyarankan untuk langsung lanjut IVF lagi dan kami langsung memutuskan tidak.

Setelah IVF pertama gagal, istri saya mencoba inseminasi lagi dan gagal, jadi total sudah 3x inseminasi, setelah gagal inseminasi, istri saya mencoba pengobatan akupuntur di Taiwan selama 1 tahun, juga tidak berhasil dan setelah dihitung2 pada akhir pengobatan, biayanya bisa kami pakai untuk 2x bayi tabung. Oh yah biaya IVF di Taiwan waktu kami melakukan IVF di Taichung totalnya kurang lebih NTD 120.000 (Rp 48jt dgn kurs saat ini, kalo dengan kurs saat itu Rp 36jt), ini sudah termasuk semua obat2an dari sejak kami menemui dokter itu dari bulan Januari 2011, murah yah?? Karena sebagian di cover sama asuransi dan obat2an seperti Gonal F disana lebih murah di banding Jakarta.

Setelah di timbang2 dan dipikir matang2, kayaknya kami harus balik ke Indonesia, pertama memang kondisi di Indonesia yang sangat mendukung, paling utama yah ada pembantu, bisa bantu kerjaan rumah, beda dengan waktu kami di Taiwan, kerjaan rumah kami kerjakan berdua dan bagi tugas. Juga situasi di Indonesia yang lebih relax. Tahun 2013 kami putuskan untuk menetap di Indonesia, semestinya kami rencana langsung bayi tabung di Indonesia setelah kami pulang ke Indonesia, tapi berhubung ada beberapa kerjaan yang masih mengharuskan saya bolak balik Taiwan, kami tunda dulu dan selama itu kami mencari informasi mengenai RS mana yang paling bagus dan suitable buat kami untuk bayi tabung.

Banyak dari teman saya yang menganjurkan untuk pergi ke KL, klinik TMC Damansara dan rata2 teman saya berhasil di sana dan juga ke Penang atau Singapore. Cuma saya pikir, ngapain jauh2 kesana, mesti bolak balik, belom lagi tempat tinggalnya dan juga ga ada kendaraaan pribadi, belom lagi biayanya yang pasti bengkak, akhirnya saya putuskan tidak. Prinsipnya, dimana2 sama aja, proses IVF sendiri itu sudah standard di seluruh dunia, yaitu pembentukan embrio di luar kandungan, sisanya terserah yang DIATAS. Terakhir ada yang menyarankan untuk ke Surabaya dengan Dr. Aucky karena salah satu teman saya baru berhasil di sana setelah mondar mandir bolak balik, Malaysia, Singapore, Jakarta dan terakhir di Surabaya dia berhasil. Tapi pertimbangan saya tetap seperti kalo misalnya kami harus ke Malaysia atau Singapore, repot bulak baliknya, tempat tinggal, kendaraaan, dll. Mungkin di Surabaya lebih mudah drpd di Malaysia atau Singapore tapi tetep aja, jauh dari Jakarta. Jadi akhirnya saya putuskan untuk tetap IVF di Jakarta dan pilihannya RS. Bunda dan RS. Family.

Oh yah, selama 2013 ini, kami direferensikan untuk pengobatan alternative. Yang merekomendasikan ini sudah 4 tahun gak punya anak dan berobat alternative dengan diurut selama 3 bulan lalu berhasil punya anak. Awalnya saya gak begitu percaya dengan pengobatan semacam ini, tapi saya pikir, ga ada salahnya dicoba dan juga lokasinya yang dekat banget dengan rumah kami. Kami target 3 bulan untuk pengobatan ini, bila tidak berhasil kami langsung lanjut ke IVF.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline