Lihat ke Halaman Asli

Tommy TRD

Just a Writer...

Moral Hazard Pejabat Publik

Diperbarui: 4 Oktober 2022   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Disadari atau tidak etika moral pejabat publik semakin hari semakin menurun. Penyebabnya ada banyak hal. Kekuasaan yang "absolut", lahirnya profesi baru seperti buzzer, menurunnya kualitas dialektika dan akademik, dan mungkin ada beberapa faktor lain lagi.


Tidak terlalu sulit menemukan contoh kasusnya saat ini. Pejabat publik yang hobi menilap anggaran BBM operasional kantor misalnya, suka minum keringat anak buah, dan kelakuannya itu sudah menjadi rahasia umum, lalu dengan gagahnya mengambil apel berbicara soal kedisplinan, berbicara mengenai kejujuran. Tidak ada malu di sana.

Di belahan lain kita saksikan juga statement-statement yang menyederhanakan kesulitan masyarakat luas yang notabene adalah orang-orang yang ikut menbayar gajinya. Ratusan orang tewas, "semoga kita tidak dihukum FIFA". BBM naik, "masa beli rokok bisa, beli BBM tidak".

Statement-statement sejenis hadir kian banyak beberapa tahun terakhir. Entah apa yang salah. Padahal Indonesia ini punya sejarah sebagai bangsa ksatria. Kemerdekaannya diraih dengan air mata, keringat dan darah. Mustahil kemerdekaan semacam itu diraih oleh orang-orang bermental culas. Kemana menguapnya sikap dan mentalitas ksatria seperti itu?

Seperti Jepang, dengan bushido nya, Samurai ways. Mereka melakukan harakiri demi kehormatan. Bagi mereka lebih baik mati daripada menanggung malu. Walaupun tidak sebrutal pada zaman Samurai, namun mentalitas ratusan tahun lalu itu tetap hadir dalam kehidupan masyarakat Jepang.

Tidak mudah menjadi seorang pejabat publik. Walaupun di Indonesia kita tidak perlu sampai merobek perut sendiri, namun setidaknya perlakukanlah publik dengan penuh rasa hormat.

Jangan hina keberadaan mereka, jangan hina pemikiran mereka, jangan hina kemampuan analisa mereka dengan pernyataan-pernyataan yang "disayangkan" atau sembrono. 

Mereka bukan orang yang "menumpang", mereka yang membayar agar listrik pemerintahan ini tetap hidup.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline