Lihat ke Halaman Asli

Tommy TRD

Just a Writer...

GAP (Gay and Padang)

Diperbarui: 25 Maret 2020   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : wikipedia

Assalamualaikum Wr Wb

Kita semua tentu berharap hantaman wabah corona atau Covid-19 ini bisa segera berlalu, dan teratasi dengan baik. Sebagai bangsa kita telah kehilangan banyak orang baik. Beberapa tenaga medis baik dokter maupun perawat sudah bertumbangan, menyumbangkan nyawa dalam perang melawan wabah.

Sudah sepantasnya kita seluruh bangsa mendoakan para orang baik yang sudah mendahului kita ini agar mendapatkan tempat terbaik di sisiNya. Serta tentu saja doa bagi seluruh petugas yang masih bertempur hingga saat ini, semoga diberikan kemenangan, Aamiiin...

Saya hanya warga negara biasa, tinggal di sebuah kota kecil yang berstatus kota besar. Namun walaupun kelak status kota ini adalah Kota Besar Sekali, bagi saya tetap saja ini adalah kota kecil, Padang.

Seperti hampir seluruh penduduk negara aku pancasila ini, tentu saja saya ikut mengkhawatirkan penyebaran Covid-19. Tapi beberapa hari yang lalu, kekhawatiran saya akan Covid-19 tidaklah lebih besar dari kekhawatiran terbaru saya.

Di jalan protokol yang kiri-kanannya diisi oleh rumah kaum the have money, dan kaum the have power. Ya, rumah orang nomor 1 dan 2 kota ini terletak di jalan itu.

Di sebuah restoran cepat saji yang menjadi salah satu lambang supremasi negara adidaya, saya melihat sendiri bagaimana anak laki-laki usia belasan itu dengan celana pendek denim, bersepatu kets, ada yang berkaca mata, ada yang tidak, ada yang beranting, ada yang tidak. Bertingkah di luar pandangan yang jamak. Pandangan yang bagi orang Minang bisa dikatakan menjijikan.

Tidak butuh waktu yang lama bagi mata orang awam sekalipun untuk mengenali bahwa ada yang aneh dari perilaku, gerak-gerik mereka. Kebanci-bancian. Bergerombol di satu meja berisi 5 sampai 7 orang dengan gerak-gerik yang seperti ingin menyaingi Ana de Armas itu. Seketika saja mulut saya mengucap "Tuhan..." hanya satu kata itu saja. Kota ini sudah menjadi begitu liberalnya. Saya tidak akan heran dengan pemandangan semacam itu jika tengah bersantai di salah satu cafe di Amsterdam. Tapi Padang ?

Saya bertanya serius kepada tamu yang saya jamu, yang datang dari Agam dan Bukittinggi. Apakah mereka sudah mengetahui kondisi seperti ini di Padang. Salah satu dari mereka malah tidak heran. Bahkan ia berkata salah satu temannya melakukan penelitian tentang gay, dan dia melakukan penelitian dan wawancaranya di restoran cepat saji ini.

Teman saya yang satu lagi malah pernah punya pengalaman pribadi dengan apa yang ada di hadapan kami saat ini. Beberapa tahun yang lalu Ia pernah menemui kejadian serupa, dan ia langsung menempeleng salah satu dari mereka yang bergerombolan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline