Lihat ke Halaman Asli

Tommy TRD

Just a Writer...

Kiprah IPDN untuk Indonesia (Jilid II)

Diperbarui: 8 April 2016   12:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Sumber foto: setkab.go.id"][/caption]Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang berfungsi untuk mencetak kader-kader pemerintahan daerah yang berkualitas, baru-baru ini baru saja dikejutkan oleh surat yang berasal dari Lemdikpol Polri yang isinya kurang lebih mengenai penempatan perwira Polri untuk menduduki jabatan eselon 2 di IPDN. Hal ini kemudian memancing begitu banyak ragam pendapat di kalangan IPDN itu sendiri, terutama dari kalangan alumni. Sebagian besar cukup terkejut dengan surat itu dan mungkin menunjukan sedikit resistensi.

Sebagai salah satu perguruan tinggi kedinasan yang cukup bergengsi di Indonesia, wajar jika sebagian alumni dari perguruan tinggi ini merasa sedikit keberatan dengan “penetrasi” perwira-perwira Polri untuk menduduki jabatan eselon 2 di IPDN. Namun dibalik itu semua, hal positifnya adalah IPDN sebagai perguruan tinggi kedinasan memiliki daya tarik yang luar biasa bagi individu-individu yang berasal dari luar IPDN. Negatifnya adalah peristiwa itu membuktikan bahwa ternyata alumni-alumni IPDN dianggap belum memiliki kemampuan untuk menjadi tuan rumah di rumahnya sendiri. Lebih lanjut peristiwa ini juga membuktikan bahwa IPDN tidak memiliki bargaining position yang kuat di tingkat nasional.

Tulisan pertama saya mengenai ini (Sumber) telah menunjukan kekecewaan saya sebagai alumni sekolah tinggi kepamongan ini. Bukan dikarenakan maksud yang negatif, namun hanya untuk menunjukan kembali keberadaan dan eksistensi kita di tingkat nasional. Maaf, tapi kita lebih sering menjadi pembicaraan di tingkat nasional ketika ada kekerasan yang terjadi di lingkungan akademik IPDN. Di samping itu mungkin tidak banyak juga alumni yang menyadari kondisi ini sebenarnya. Kegagalan kita mengambil peran di tingkat nasional menjadikan kita hanya sebatas dicetak untuk pelayan masyarakat tingkat daerah, namun untuk berkarir di daerah pun juga lebih cenderung mengutamakan faktor politis di era pilkada ini. Sehingga disadari atau tidak, IPDN sebenarnya menuju situasi tertinggal dibandingkan dengan perguran tinggi sejenis.

Sudah bukan saatnya lagi IPDN menerapkan “cara-cara lama” dalam membentuk kader-kader pemerintahannya. Sudah sepatutnya kita memandang jauh ke depan yang diiringi dengan misi-misi yang up to date. Sudah sewajarnya IPDN meningkatkan kemampuannya dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar dan menerapkan standar yang tinggi untuk setiap lulusannya, karena lulusan itulah yang diharapkan mampu membawa nama baik institusi ini. Lulusan yang mampu bersaing karena memiliki skill, wawasan dan cakrawala yang luas.

Sebagai lembaga pendidikan IPDN jelas perlu mengembangkan dan meningkatkan kapasitas tenaga pengajar yang mereka miliki. Karena ilmu pengetahuan memiliki sifat yang selalu berkembang. Tidak ada ruginya IPDN memberikan kesempatan dan pembiayaan kepada dosen-dosennya yang dianggap memiliki potensi untuk menempuh pendidikan di luar negeri. Selain dapat meningkatkan kapasitas tenaga pengajar, hal ini juga diharapkan mampu memberikan peningkatan kualitas terhadap peserta didik. Jika lembaga pendidikan lain mampu memberikan kesempatan itu kepada tenaga pengajarnya, apa yang membuat IPDN tidak mampu ?

Lebih lanjut IPDN bisa menjadikan tokoh-tokoh pendidikan dan para ahli untuk menjadi dosen reguler di IPDN. Universitas Pertahanan yang baru berdiri pada tahun 2009 saja sudah mampu menghadirkan para pakar dan ahli negeri ini untuk menjadi tenaga pengajar bagi mahasiswanya, kenapa IPDN tidak ? Praja IPDN yang berasal dari seluruh Indonesia jelas harus mengenal semangat keindonesiaan dan nasionalisme mereka, namun di samping itu, juga perlu bagi mereka untuk melihat ke dunia luar. Program short course ke negara-negara lain juga mungkin bisa diberikan kepada praja-praja IPDN yang memiliki prestasi, sehingga mereka bisa membuka mata lebar-lebar, membuat tolak ukur perbandingan penyelenggaraan pemerintahan antar negara, sehingga bisa memberikan sumbangsih yang siginifikan kepada Indonesia. Short Course seperti ini banyak dilakukan oleh perguruan tinggi laun dan kementerian lain, kenapa IPDN tidak bisa ? Lembaga yang katanya adalah penghasil calon-calon pemimpin masa depan. Jika kita tidak bisa memimpin di rumah sendiri, mungkinkah kita memimpin untuk cakupan yang lebih luas ? Wallahualam... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline