Pemerintah Indonesia tampaknya harus terus berpikir keras dan mencari solusi tepat terhadap tuntutan masyarakat, khususnya para pekerja buruh yang terus berjuang untuk tidak melanjutkan RUU (Rancangan Undang-Undang) Cipta Kerja Omnisbus Law. Padahal seperti kita lihat Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah menjadi Undang-undang yang sudah pasti telah sah diketuk palu.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan Omnibus Law Cipta Kerja itu, berikut 11 paparan yang telah dilakukan pemerintah saat ini.
- Disederahanakannya perizinan tanah
- Adanya persyaratan investasi
- Tentang ketenagakerjaan
- Kemudahan dan perlindungan untuk UMKM
- Kemudahan dalam berusaha
- Dukungan untuk riset dan inovasi
- Administrasi pemerintah
- Pengenaan sanksi ketat
- Pengendalian lahan
- Kemudahan dalam proyek pemerintah
- Kawasan Ekonomi (KEK)
Sedangkan Undang-undang Cipta Kerja yang baru disahkan tersebut terdiri dari 15 bab dan 174 pasal, dalam hal ini Undang-undang tersebut telah mengatur berbagai hal seperti ketenagakerjaan sampai lingkungan hidup. Dan bagaimana dampak UU tersebut terhadap buruh saat ini ?
- Kontrak tanpa batas.
- Pada pasal 59 dimana UU Cipta Kerja telah menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Dalam pasal 59 ayat 4 UU Cipta Kerja menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan oleh Pemerintah. Bahkan sebelumnya UU ketenagakerjaan telah mengatur PKWT dapat diadakan paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun.
Oleh sebab itulah, hal ini yang menjadi kekhawatiran para buruh bahwa para pengusaha punya potensi atas kekuasaannya untuk terus mempertahankan para pekerja tersebut menjadi para pekerja kontrak tanpa batas, para pekerja tersebut ibarat tidak memiliki potensi menjadi karyawan tetap diperusahaan tersebut.
- Hari Libur yang akan dipangkas
- Sesuai pasal 79 hak pekerja mendapatkan hari libur dalam dua hari dalam 1 pekan akan dipangkas. Sedangkan pada peraturan UU ketenagakerjaan lalu, Isi pasal 79 ayat 2 huruf (b) telah mengatur untuk para pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan dalam satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan. Sedangkan dalam Pasal 79 juga telah menghapus kewajiban perusahaan untuk memberikan waktu istirahat panjang dalam dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut, dan berlaku pada tiap kelipatan semasa kerja enam tahun. Sedangkan dalam pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus. Pada pasal 79 Ayat (4) menyatakan bahwa pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, dimana peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Lalu, dalam Pasal 79 ayat (5) menyebutkan bahwa perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
- Aturan soal pengupahan akan diganti (Pasal 88).
- Sedangkan UU Cipta Kerja telah mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja. Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan. Tujuh kebijakan itu, yaitu berupa upah minimum, struktur dan skala upah, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu, bentuk dan cara pembayaran upah, hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya. Sedangkan pada kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain adalah upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan. Untuk pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah".
- Sanksi para pengusaha tidak bayar upah dihapus (Pasal 91).
- Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus melalui UU Cipta Kerja. Sedangkan pada pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja atau buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lalu pada Pasal 91 ayat (2) telah menyatakan bahwa dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja atau buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain tercantum pada Pasal 91, ada aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan yang juga telah dijelaskan dalam Pasal 90 UU Ketenagakerjaan. Namun dalam hal ini UU Cipta Kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu telah dihapuskan seluruhnya. Hak memohon PHK dihapus (Pasal 169) UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja/ buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan. Pada pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan telah menyatakan, pekerja atau buruh bisa mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, di antaranya telah menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam. Pengajuan PHK juga dapat dilakukan jika perusahaan tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih. Ketentuan itu diikuti ayat (2) yang menyatakan pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan untuk masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak sebagaimana telah diatur dalam Pasal 156. Namun pada Pasal 169 ayat (3) telah menyebut, apabila para perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang telah diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka hak tersebut tidak akan didapatkan oleh para pekerja. Dalam hal ini pasal 169 tersebut telah seluruhnya dihapus dalam UU Cipta Kerja.
Lalu apa saja langkah-langkah para buruh tersebut untuk mencabut UU yang telah disahkan oleh pemerintah itu. Seperti kita tahu serangkaian aksi demontrasi yang dilakukan para buruh diberbagai penjuru tanah air terus dikumandangkan. Bahkan perwakilan buruh se-Indonesia telah melayangkan gugatan melalui jalur hukum untuk membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja tersebut.
Saat ini para buruh terus-menerus melakukan aksi demonstrasinya menuntut pembantalan UU tersebut. Namun pertanyaan selanjutkan bagaimana nasib para buruh saat ini, apakah pemerintah tetap bersikukuh mempertahankan UU Cipta Kerja itu tanpa merevisi point-point yang dianggap merugikan para buruh. Apakah pemerintah memang akan memenangkan perusahaan-perusahaan yang punya potensi kewenangannya terhadap para buruh untuk tetap menjadi karyawan kontrak selamanya.
SALAM KOMPASIANA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H