Berkunjung ke Bandung, merupakan salah satu hal yang umum saya lakukan. Ibukota Jawa Barat ini, memang tempat yang setidaknya bisa menjadi "pelarian" dari Kepenatan Saya di Jakarta.
Kota yang hanya 3 jam dari Jakarta dengan menggunakan kereta api ini, memang selalu asyik untuk dikunjungi. Selain udaranya yang lebih sejuk, juga tempat buat nongkrong atau menikmati alam juga bertebaran di Bandung.
Seperti yang saya temukan di kawasan Dago ini.
Saya dan teman saya, Hariadhi, berangkat dari Jakarta Sabtu tengah malam. Kami ke Bandung dengan menggunakan Kereta Api Argo Parahyangan Tambahan dari Stasiun Gambir. Tiket yang tersedia adalah yang jam 23.20.
Perjalanan ke Bandung ditempuh dengan waktu kurang lebih tiga jam saja. Sampai di Bandung, waktu menunjukkan lebih dari jam 2 dinihari.
Setelah rehat sejenak di Stasiun, saya ke Dago. Ditawarin teman saya, Hariadhi. "Kita nongkrong di kawasan Dago saja," ajaknya.
Tujuan awal kami adalah Simpang Dago. Mencari tempat untuk nongkrong hingga matahari terbit. Dan kami berada di Simpang Dago ini hingga matahari sudah terbit dan kami menuju ke Dago Atas.
DI Kawasan Dago Atas ini, kami menemukan sebuah warung (atau Cafe) yang kecil namun spotnya bagus. Belum buka, tapi kami sudah bisa duduk-duduk. Setelah diberikan ijin untuk masuk sembari menunggu warung buka, saya sedikit kaget dengan view dari warung ini.
Perbukitan kawasan Dago yang meski sudah banyak bangunan namun masih terlihat hijau dan langit pagi terhampar di depan saya. Pemandangan menyegarkan mata tersaji di depan mata.
Warung ini bernama warung Taru. Warung ini masih Tradisional, bukan modern. Kursi dan meja dari kayu. Bangunan juga masih dari Kayu. Bahkan lampu yang tergantung di warung Taru ini masih yang bergaya klasik atau oldstyle.
Atap dari warung taru ini juga dari genteng tanah liat. Masih benar-benar tradisional. Warung taru juga sangat menyegarkan karena banyak tanaman hijau.