Lihat ke Halaman Asli

Analisis Politik Konflik Rohingya

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Arakan adalah nama sebuah provinsi di negara Myanmar dan Rohingya adalah nama etnis yang tinggal di sana. saat ini, Rohingya sedang dilanda konflik. Pertanyaannya, konflik apa yang sedang menimpa etnis Rohingya, kemanusiankah atau agama?. Pertanyaan ini tidak begitu penting untuk dijawab. Akan tetapi, jawaban atas pertanyaan ini akan berpengaruh pada solusi apa yang akan kita berikan untuk membantu menyelesaikan konflik tersebut. Seseorang yang melihat orang lain akan tenggelam, akan berusaha menyelamatkannya. Terlepas dari agama apa yang dianut orang lain yang akan tenggelam, karena insting kemanusiannya tersentil. Mari kita jawab pertanyaan tersebut. Fakta Konflik Rohingya Di saat kaum Muslim lain sedang khitmad menjalankan ibadah-ibadah di bulan suci Ramadhan, kaum Muslim Rohingya malah dilanda konflik. Tercatat, delapan puluh jiwa Muslim Rohingya melayang karena terbunuh dan seratus ribu orang putus asa. Mereka meninggalkan tempat tinggalnya dan mengungsi ke negara-negara tetangga.Ubaidah Katun adalah salah satu Muslimah Rohingya yang berhasil melarikan diri ke Banglades Ubaidah Katun menuturkan bahwa jenazah Muslim di Arakan tidak sempat dikuburkan. Jenazah di sana dimasukkan ke dalam gerobak dab dibawa ke suatu tempat yang tidak dapat diketahui oleh otoritas setempat. Jiwanya terbelenggu oleh dua pilihan, antara menghormati jenazah sebagai pengamalan Islam yang diyakininya dan menyelamatkan jiwanya jika ia tidak segera melarikan diri dari kampung halamannya sendiri.Ubaidah juga menuturkan hal yang lainnya. Di Arakan, sudah tidak ada lagi yang bisa dimakan, Muslim yang kelaparan terpaksa makan batang pohon pisang. Hal ini masuk akal karena menurut Abdul Kalam (seorang Muslim yang juga berhasil melarikan diri ke Banglades), mereka di sana dihalang-halangi untuk pergi ke pasar, belanja barang kebutuhan sehari-hari. Bahkan, mereka yang hendak pergi untuk bekerja dihalang-halangi. Jika ketahuan hendak pergi bekerja, mereka dilempari bom molotov.Itulah sekelumit fakta konflik yang melanda Muslim Rohingya. Pertanyaannya, bagaimana semua ini bisa terjadi, apa suatu hal yang memicunya. Kronologi Konflik Rohinya Menurut laporan The New Light of Myanmar, sebuah koran yang terbit di negara Myanmar tertanggal 4 Juni 2012, konflik Rohingya bermula dari sebuah pembunuhan seorang gadis Budha. Ma Thida Htwe adalah anak perempuan U Hla Tin yang berumur 27 tahun, hidup di sebuah desa bernama Thabyechaung, Kyauknimaw, daerah Yanbye. Pada tanggal 28 Mei 2012 sore, Thida hendak pulang ke rumah setelah seharian bekerja di sebuah Taylor. Tepat pukul 17:15 waktu setempat, ia ditikam oleh orang yang tak dikenal di hutan Bakau samping jalan tanggul menuju Kyaukhtayan, bagian dari desa Kyauknimaw dan Chaungwa. Kasus ini dibawa ke pihak kepolisian dan setelah penyelidikan ditetapkan beberapa tersangka. Mereka adalah Htet Htet (a) Rawshi, putra U Kyaw Thaung (Bengali / Islam), dari Kyauknimaw (selatan bangsal), Rawphi, anak Sweyuktamauk (Bengali / Islam) dari Kyauknimaw (Thaya bangsal) dan Khochi, anak Akwechay (Bengali / Islam), dari Kyauknimaw (Thaya bangsal). Hasil investigasi menyebutkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-hari korban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit.Saat itu, dia sedang membutuhkan uang untuk menikahi seorang gadis. Untuk itulah dia bersama kedua rekan tersangka lainnya merampok perhiasan yang dikenakan seorang gadis tersebut dan kemudian dibunuhnya.Berita ini menyebar luas di kalangan penduduk sekitar. Untuk menghindari kerusuhan rasial, tim MPF yang memantau situasi di sana mengirim ketiga pemuda tersebut ke penjara pada pukul 10:15 tanggal 30 Mei. Pada hari yang sama, pada pukul 13:20 seratus orang warga Kyauknimaw mendatangi kantor polisi dan meminta mengembalikan ketiga pemuda tersebut untuk dimintai penjelasan sebelum dikirim ke penjara. Mereka tidak puas dengan penjelasan polisi dan berusahan masuk ke kantor polisi. Polisi menembakkan lima kali tembakan untuk membubarkan mereka. The New Light of  Myanmar yang terbit pada hari berikutnya, 5 Juni menyebutkan bahwa beredar foto-foto hasil penyelidikan tim forensik bahwa sebelum dibunuh, ternyata korban sempat diperkosa oleh ketiga pemuda Bengali Muslim tadi. Korban juga digorok tenggorokannya, dadanya ditikam beberapa kali dan organ kewanitaannya ditikam dan dimutilasi dengan pisau. Foto-foto tersebut semakin menambah kemarahan warga yang beragama Budha. sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita Association, Taunggup, pada pukul 06:00 tanggal 4 Juni membagi-bagikan selebaran yang berisi foto-foto tadi. Mereka juga menyerukan bahwa Muslim telah membunuh gadis Arakan secara sadis. Sekitar pukul 16:00, tersebar kabar bahwa ada mobil yang berisikan orang Muslim dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangon dan berhenti di Terminal Bus Ayeyeiknyein.Sekitar tiga ratus warga setempat yang telah terprovokasi menghadang laju bus. Mereka menurunan penumpang bus tersebut di persimpangan Thandwe-Taunggup. Selanjutnya, mereka membunuh penumpang yang beragama Islam. Sepuluh orang yang beragama Islam terbunuh di tempat dalam kejadian ini. Dengan dalih bahwa Rohingya bukanlah etnis asli Myanmar, mereka yang terprovokasi melakukan penindasan-penindasan terhadap Rohingya. Mereka tidak menginginkan kehadiran etnis tersebut di bumi Arakan. Bahkan seorang biksu Budha yang fotonya tenar di sosial media menyerukan untuk menghalau bantuan kemanusiaan untuk etnis Rohingya, “Rohingya no”. Namun, benarkah bahwa Rohingya bukan etnis asli Myanmar dan tidak pantas menduduki wilayah Arakan? Sisi Historis etnis Rohingya di Arakan Muslim Rohingya berjumlah 20% dari total penduduk Myanmar yang berjumlah 55 juta jiwa. Mereka menempati provinsi Arakan. Provinsi ini menjadi bagian dari negeri Muslim sejak abad ke-7 M dibawah kepemimpinan Harun ar-Rasyid. Sepanjang tahun 1430-1784 M, kaum Muslim memimpin negeri ini. Tahun-tahun setelahnya, raja Burma menduduki wilayah Arakan. Sejak saat itulah bumi Arakan yang damai berubah menjadi mencekam. Pembunuhan-pembunuhan terhadap Muslim Rohingya dilakukan, harta benda kaum Muslim dihancurkan dan mereka dikirim ke penjara-penjara. Pada tahun 1842 M, Inggris menduduki wilayah ini dan memasukkan Arakan dibawah negara persemakmuran Inggris-India. Pada tahun 1937 M Inggris menggabungkan kembali Arakan dengan negeri Budha. Supaya Muslim terkuasai, umat Budha diprovokasi untuk menindas Muslim Rohingya. Pada tahun itu, Inggris mempersenjatai Budha. Tahun 1942 penyerangan-pernyerangan terhadap Muslim Rohingya dilakukan kembali. Tahun 1948 Burma merdeka dan Arakan dengan Muslim Rohingyanya tetap menjadi bagian dari negaranya. Tahun 1962 Burma dikuasai oleh Junta Militer yang condong pada komunis China-Rusia. Junta Militer berambisi menghabisi Muslim Rohingya. Tiga ratus ribu Muslim Rohingya diusir ke Bangladesh. Sedangkan tahun 1978 lebih dari setengah juta Muslim Rohingya kembali diusir dari Burma. Pernyataan mereka bukan etnis asli Myanmar sebagai legitimasi dilakukannya penindasan terhadapnya tidak masuk akal. Itu tidak lain hanyalah permainan opini dengan menyelipkan kebenaran fakta. Rohingya bukan bagian dari etnis Burma adalah benar, tetapi Rohingya bukan bagian dari negara Myanmar adalah salah total. Karena mereka sudah menempati wilayah yang  menjadi bagian dari Myanmar jauh hari sebelum Myanmar merdeka. Lantas, mengapa penindasan terhadap Rohingya ini terus berlanjut dibawah baying-bayang ketidakrasionalan tindakan. Sekilas Kekayaan SDA Myanmar Dilansir dari situs shwe.org, tahun 2012 ini sedang dan akan dibangun proyek besar berupa pembuatan jalur pipa minyak dan gas yang menghubungkan pelabuhan Shwe dengan daerah Kumning, China. Pipa minyak Shwe sepanjang 771 km dengan diameter 32 inch akan dibangun akhir tahun 2012 dan selesai pada September 2013. Pipa ini dirancang untuk memindahkan tiga juta ton minyak dari daerah Shwe yang terletak di provinsi Arakan hinggan daerah Kumning, China. Proyek ini dikerjakan oleh South East Asia Oil Petroleum (SEAOP). Kepemilikan saham ini dikuasai China National Petroleum Company sebesar 50,9% dan Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE) sebesar 49,1%. Sedangkan pipa gas Shwe sedikit lebih panjang dari pipa minyak yaitu 793 km dengan diameter 40 inch. Jalur pipa gas ini sudah dibangun sejak September 2012 lalu dan direncanakan selesai pada bulan Juli 2013. Pipa ini berkapasitas memindahkan 12 juta kubik meter gas setiap tahun. Proyek ini juga dikerjakan oleh South East Asia Gas Pipeline (SEAGP) yang kepemilikan sahamnya dikuasai oleh South East Asia Pipeline Co. sebesar 50,9%, Daewoo 25,041%, ONGP Caspian E&P 8,347%, MOGE 7,355%, Korea Gas Company 4,1735%, dan GAIL India Corporation sebesar 4,1375%. Masih di situs yang sama tersiar berita bahwa Myanmar untuk sekarang ini mempunyai tiga kilang minyak yang sudah berumur tua. Sangat sedikit menghasilkan minyak. Dibutuhkan modernisasi supaya bisa beroperasi efektif dan modern. Menurut otoritas pemerintah Myanmar, ketiga kilang minyak ini akan diprivatisasi. Ketiga kilang minyak tersebut terletak di wilayah Thanliyin, bagian dari Rangoon, Mam Thanpayarkan, dan satu lagi di Chauk. Rancangan APBN negara Myanmar tahun 2012-2013 menargetkan produksi minyak pertahun sebesar 7,156 juta barel yang terdiri atas produksi di darat sebesar 3,435 juta barel dan produksi lepas pantai 3,721%. Pemerintah Myanmar sedang menyiapkan persetujuan tender untuk eksplorasi baik di daratan maupun di lepas pantai. Di situs webnya Total, Myanmar adalah negara tertua dalam hal produksi minyak yaitu tahun 1853. Rangoon Oil Company adalah perusahaan asing pertama yang mengebor minyak di negara tersebut, tahun 1871. Sejak saat itu hingga tahun 1963, minyak Myanmar dikuasai oleh asing. Pada tahun 1962 Myanmar dikuasai oleh Junta Militer yang condong pada Sosialis. Tahun-tahun berikutnya, oleh Junta Militer perusahaan minyak asing dinasionalisasi. Tahun 1963 Myanmar Oil and Gas Enterprise dibentuk. Kemunculan Aung San Suu Kyi Aung San Suu Kyi lahir pada tangal 19 Juni 1945. Riwayat pendidikannya diselesaikan di Myanmar hingga ia berusia 15 tahun. Tahun-tahun sesudahnya, ia melanjutkan pendidikan di India dan Inggris, yaitu Oxford University. Tahun 1988 ia kembali ke Myanmar untuk merawat ibunya yang sakit. Pada tahun yang sama tanggal 8 Agustus terjadi percobaan pemberontakan kepada Junta Militer. Lima ribu demonstran tewas dibunuh tentara. 18 September terjadi kudeta militer namun gagal juga. 24 September Aung bergabung bersama National League of Democracy, NLD dan menempati jabatan sekretaris umum. Aung bersama NLD memperjuangkan kebebasan dan demokrasi untuk Myanmar. Tahun-tahun berikutnya, Aung berjuang melintasi negara-negara di dunia. Tahun 1990 Junta Militer mendapat tekanan dari dalam dan luar negeri. Akhirnya, untuk pertama kalinya Myanmar menyelenggaraka pemilihan umum atas persetujuan Junta Militer Aung San Suu Kyi maju mewakili NLD. Hasil pemilu pertama secara fantastis menunjukkan bahwa NLD menang telak dengan perolehan 82% suara. Namun, Junta berkilah dan hasil pemilu tidak diakui olehnya. Partai NLD dilarang di negaranya. Perjuangan Aung San Suu Kyi diwarnai oleh perjuangan pembebasan rakyat Myanmar terhadap kediktaktoran Junta Militer, HAM, Kebebasan dan Demokrasi. Tanggal 14 Oktober 1991 ia menerima nobel perdamaian. Aung San Suu Kyi, HAM, dan etnis Rohingya Pejuang HAM tidak diam terhadap penindasan Rohingya. Setidaknya hal ini dibuktikan dengan laporan berjudul Crisis in Arakan State yang ditulis oleh Wiliam Hague MP, sekretaris Foreign and Commonwealth yang bermarkas di Jalan King Charles, London. Laporan itu ditulis di situs webnya Burma Campaign UK. Situs ini sarat akan dukungannya kepada Aung San Suu Kyi untuk memperjuangkan HAM, Kebebasan, dan Demokrasi untuk Myanmar. Di dalam laporan tersebut disebutkan bahwa telah terjadi krisis kemanusiaan di Arakan terhadap etnis Rohingya dengan tidak cukup mendapat perhatian dari dunia Internasional. Polisi Myanmar, pasukan keamanan, dan tentara memperkosa, menjarah, menyiksa, dan sewenang-wenang membunuh orang Rohingya. ada penangkapan missal terhadap orang-orang Rohingya. Mereka di simpan ke dalam kamp-kamp penahanan tanpa pengadilan, tanpa makanan dan pelayanan medis. Seratus ribu orang kehilangan tempat tinggal. Sikap Aung San Suu Kyi terhadap konflik Rohingya bisa dilihat di situs web terebut. Pada tanggal 25 Juli untuk pertama kalinya, ia membuat pernyataan di parlemen Myanmar terkait kasus Rohingya. Aung menyerukan dilakukankan perlindungan hukum terhadap etnis minoritas. Kepentingan Barat Ada kesamaan pandangan antara Aung San Suu Kyi dan Barat, dalam hal ini Amerika Serikat dan sekutunya. Keduanya sama-sama memperjuangkan HAM, Kebebasan, dan Demokrasi. Skenario pertama, kehadiran Aung San Suu Kyi yang pernah mengenyam pendidikan di Oxford University ini adalah agen Barat untuk menjalankan Demokrasisasi di Myanmar. Di tulisan ini, makna Demokrasi hanya dibatasi dengan konteks berlakunya Demokrasi di negara-negara berkembang. Tidak akan disampaikan teori-teori Demokrasi menurut para filsuf maupun ulama dunia. Nyatanya, Demokrasi di negara-negara berkembang tidak hanya implikasi dari antithesis kediktatoran. Lebih dari itu, Demokrasi adalah wahana transaksi antar pemangku kepentingan dalam wujud duduknya wakil-wakil rakyat di parlemen. Di tulisan ini Demokrasi digamarkan dengan “Lu punya proyek gak? Gw bawa duit”. Setidaknya, itulah yang terjadi di Afganistan, Iraq dan negara-negara lainnya setelah diktator mereka digulingkan, Demokrasi adalah jalan bagi Barat untuk menguasai kekayaan alam yang ada di Myanmar. Agar Demokratisasi Myanmar berjalan mulus, diktator Junta Militer harus digulingkan. Diperlukan kemampuan dan kekuatan rakyat untuk menggulingkan Junta. Jalan lainnya adalah tekanan internasional terhadap Junta. Yaitu dengan menjadikan Rohingya sebagai potensi konflik. Sehingga nantinya Junta Militer mendapat tekanan dari masyarakat internasional bahwa dirinya telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap konflik Rohingya. Kekuasaannya harus disudahi. Itikat ini sudah dijalankan. Lanjutan dari isi laporan Crisis in Arakan State menyebutkan usulan-usulan yang bisa dilakukan Barat, dalam hal ini Inggris. Kepada Inggris mereka mengusulkan agar Inggris memimpin dunia internasional untuk memastikan bahwa bantuan dapat tersalurkan ke Muslim Rohingya, menghentikan pelanggaran hak asasi manusia dan menangkap pelaku-pelakunya, seta membolehkan orang-orang Rohingya untuk kembali ke rumahnya masing-masing. Inggris harus memobilisasi masyarakat Internasional untuk menekan presiden Thein Sein. Kesimpulannya, konflik Rohingya adalah skenario Barat untuk mendapatkan proyek-proyek strategis Arakan dan Myanmar pada umumnya. Skenario Kedua Menariknya, masih di laporan Crisis in Arakan State juga, terungkap bahwa Presiden Myanmar mengusulkan beberapa kebijakan untuk membersihkan etnis Rohingya, menugaskan PBB untuk mengirim orang-orang Rohingya ke tempat-tempat pengungsian, menghapus dari Myanmar dan mengirim mereka ke dunia ketiga. Dari laporan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa presiden Thein Sein memang membiarkan terjadinya konflik Rohingya. Arrahmah.com menghadirkan fakta lain mengenai konflik Rohingya ini. Arrahmah mengambil informasi dari Global Islam Media Front (GIMF) yang diterjemahkan oleh tim Maktabah Jahizuna. Di sana dibeberkan kronologi terjadinya konflik yang sama sekali berbeda dengan kronologi versi harian The New Light of Myanmar. Pernyataan The New Light of Myanmar bahwa pelaku pembunuhan seorang gadis Budha adalah tiga pemuda Bengali Muslim adalah bohong. Yang benar adalah, gadis tadi dibunuh oleh pacarnya dan beberapa pemuda geng Budha Rekhine. Pembunuhan ini diawali saat gadis tadi ingin “putus” dari pacarnya dikarenakan dia jatuh hati pada laki-laki lain. Sang lelaki membujuk agar tidak putus. Bujukannya ditolak. Sang mantan pacar marah dan mengajak temannya untuk membalas dendam dengan memperkosa dan membunuh sang gadis. Lalu para pembunuh itu meletakkan mayat gadis itu di dekat desa Muslim. Kemudian orang-orang Budha Rekhine dan otoritas setempat menuding orang-orang Muslim membunuh gadis itu. Ketika pemuda muslim yang tidak bersalah ditangkap. Satu dipukuli hingga tewas dan dua pemuda lainnya dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan. Jika dibandingkan dengan kronologi konflik versi The New Light of Myanmar di awal pembahasan, memang pemuda Muslim yang dituding menjadi pelaku tidak diizinkan dipertemukan dengan seratus warga yang mendatangi kantor kepolisian. Ada kemungkinan, polisi tersebut sudah didekte oleh otoritas yang lebih tinggi agar kebenaran sesungguhnya tidak terungkap. Dari informasi-informasi tersebut di atas ada kemungkinan skenario konflik ini diinginkan dan dikendalikan oleh otoritas Myanmar dan China. Hal ini didukung dari laporan Burma Champaign UK, bahwa presiden Thein mengusulkan tiga usulah, yaitu pembersihan etnis Rohingya dari wilayah Burma, menugaskan PBB mengirim Muslim Rohingya ke tempat-tempat pengungsian, atau mengirim mereka ke dunia ketiga lain. Ini adalah scenario kedua, dimana Junta Militer dan China berkuasa terhadapnya. Pertanyaannya, mengapa etnis Rohingya harus dibersihkan dari bumi Myanmar? Adanya etnis Rohingya di Arakan oleh Barat dijadikan potensi terjadinya konflik. Karena dengan konflik itulah mereka dapat menyuarakan kejahatan perang, pelanggaran HAM berat oleh Junta seperti apa yang sudah diuraikan di skenario pertama. Untuk menghapuskan potensi konflik, etnis Rohingya harus dibersihkan dari daerah konflik. Begitulah cara berpikir Junta dan China. Pertanyaan berikutnya, bukankah dengan menghapuskan etnis Rohingya dari daerah konflik sama saja dengan mengundang kekuatan Barat dengan HAM, Kebebasan, dan Demokrasinya?. Di sinilah letak kehebatan skenario kedua, Junta merekayasa konflik bahwa seakan-akan dia tidak bersalah. Junta telah cuci tangan terhadap konflik ini dengan menggesernya menjadi konflik agama. Burma yang Budha diprovokasi dengan setting kronologi di atas agar melakukan penindasan terhadap Rohingya yang Muslim. Melalui skenario kedua ini, Junta memetik dua hal. Pertama, rakyat seakan berdiri dalam satu barisan dengan Junta menentang entis Rohingya, dengan dalih bukan etnis asli Myanmar. Kedua, Junta berhasil mengecoh Barat dalam hal ini Amerika Serikat dengan membungkamnya untuk tidak menyuarakan kejahatan perang, pelangaran HAM berat, Kebebasan, dan Demokrasi. Mengapa? Karena bagaimanapun penderitaannya, Rohingya tetap Muslim. Sedangkan sekarang sudah menginjak tahun 2012. Tahun ajang adu gombalisasi kampanye di negara Amerika Seikat. Lihatlah beberapa koran-koran Indonesia hari ini. Donal Tramp mendukung Romney, Romney menantang Obama dengan slogannya, “better America”.Aksi yang dilakukan Obama untuk Myanmar kurang strategis untuk mendukung pencalonannya karena, Rohingya adalah Muslim dan Amerika untuk sampai hari ini masih mengidap Islamphobia. Nampaknya, Barat dengan Amerika Serikatnya harus mengakui kediktakoran Junta. Rohingya akan tetap dipukul mundur hingga meninggalkan daerah konflik, Arakan oleh Junta. Sedangkan China sebagai sponsop utama Junta akan menikmati proyek jalur pipa tanpa resistensi dari Amerika Serikat. Bahkan China akan menikmati pemangkasan biaya pengadaan minyak dan gas karena mereka tidak harus menyalurkan dana operasional pengadaan minyak dan gas melalui laut China Selatan, selat Malaka, hingga selat Hormus atau Mediterania karena jalur pengadaan minyak dan gas sudah dipotong ketika jalur pipa Shwe-Kumning telah berhasil diciptakan. (Catatan ini disampaikan di forum kajian malam Ahad, Lingkar-K HATI-ITB pada tanggal 5 Agustus 2012) Sumber Islammemo.cc 25 Juli 2012 http://www.myanmar.com/newspaper/nlm/Jun05_24.html Hizbuttahrir.or.id 27 Juli 2012 Shwe.org Burmacampaignuk.org.uk Arrahmah.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline