Lihat ke Halaman Asli

Tomi

Mahasiswa PPKn

Fenomena Golput: Refleksi Demokrasi dan Partisipasi Pemilih Pilkada 2024

Diperbarui: 4 Desember 2024   14:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi golput

Di Indonesia, demokrasi telah melewati perjalanan panjang dengan banyak dinamika yang mengiringinya. Partisipasi masyarakat dalam proses politik, termasuk pemilihan umum, adalah salah satu indikator utama keberhasilan demokrasi. Pilkada, yang merupakan momentum penting bagi masyarakat untuk memilih pemimpin daerah, memiliki peran strategis dalam meningkatkan kualitas kehidupan di tingkat lokal. Namun, Pilkada sering kali diwarnai oleh tingginya angka golput (golongan putih), yaitu masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Menurut data yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada terakhir hanya 68,16%, jauh lebih rendah dari tingkat partisipasi 81,78% pada Pemilu 2024. Penurunan ini menimbulkan pertanyaan penting: apa yang menyebabkan rendahnya minat masyarakat dalam Pilkada, dan bagaimana fenomena ini memengaruhi kualitas demokrasi lokal?

Fakta bahwa banyak orang tidak mengambil bagian dalam Pilkada bukanlah masalah teknis, tetapi juga menunjukkan sejumlah masalah penting dalam demokrasi Indonesia, seperti ketidakpercayaan terhadap sistem politik, apatis masyarakat, dan masalah struktural yang menghambat partisipasi. Fenomena ini memengaruhi hubungan antara masyarakat lokal dan pemerintah, serta demokrasi lokal.

Golput sebagai Cerminan Dinamika Demokrasi Lokal

Ketidakpuasan masyarakat terhadap proses politik lokal sering dianggap sebagai penyebab fenomena golput dalam Pilkada. Hanya 68,16% orang berpartisipasi, menunjukkan bahwa sebagian besar orang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Ini dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti ketidakpercayaan terhadap kandidat, apatis politik, atau masalah teknis yang menghalangi proses Pilkada.

Ketidakaktifan masyarakat dalam berpartisipasi politik dapat menunjukkan lemahnya hubungan antara sistem politik dan kebutuhan rakyat. Banyak kali, golput merupakan bentuk protes terhadap situasi politik yang dianggap tidak memberikan perubahan signifikan bagi kehidupan orang selain menjadi bentuk ketidakpedulian.

Fenomena ini bisa dilihat dari dua sisi:

Golput sebagai Protes Politik

Sebagian orang sengaja tidak memilih untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap sistem politik atau kandidat yang mereka anggap tidak dapat memenuhi aspirasi mereka. Masyarakat percaya bahwa suara mereka tidak akan membawa perubahan besar dalam pilkada, di mana pilihan kandidat sering kali terbatas.

Golput sebagai Tanda Apatisme

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline