Lihat ke Halaman Asli

Kokoh Bagai Karang

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13366134381308096782

Di ujung geladak tepatnya di palka atas kapal long line berukuran 60 GT, ku temui sosok ABK berusia 48 tahun. Bapak 7 orang anak ini telah 14 tahun menekuni usaha sebagai ABK di kapal pemburu tuna ini. Banyak kisah yang beliau utarakan, sebagai pria kelahiran dan menetap di Sumbawa ini pasang surut kehidupan telah mewarnai perjalanan hidupnya selama ini.

Sebagai seorang ayah dan juga kepala keluarga, tentunya saat-saat berjumpa keluarga merupakan momen istimewa yang selalu dirindukan. Namun kesempatan ini tidak datang dengan mudah, kapal long line adalah jenis armada yang sekali melaut menghabiskan waktu sekitar 6-9 bulan. sementara waktu mendarat untuk istirahat dan perbekalan hanya sekitar 1 minggu, waktu inilah yang kebanyakan dihabiskan ABK untuk berlibur, bertemu keluarga dan sebagainya.

Namun pilihan hidup ini adalah sebuah keniscayaan, sebagaimana setiap pilihan menuntut konsekuensinya sendiri. Tantangan lamanya waktu melaut, resiko keselamatan dan upah yang sangat tidak sepadan harus dikalahkan demi pilihan ini. Harus mengokohkan hati, membulatkan tekad sebab hidup haruslah diperjuangkan.

Inilah gambaran umum nelayan perikanan tangkap. terombang ambing, terhempas tak berdaya. Kebanyakan mereka berasal dari tanah Jawa dengan usia rata-rata masih sangat muda. Dengan upah sekitar 25 ribu perhari, harus melawan ganasnya gelombang dan badai dilautan. Sementara itu, masih dalam satu bahtera yang sama namun di sisi yang berbeda, adalagi kalangan pengusaha dan mereka yang menamakan dirinya birokrat pemerintah pengambil kebijakan bergelimang harta dengan hasil ekspor tuna ini, yang tidak lain adalah hasil keringat, cucuran air mata dan tetesan darah para pahlawan devisa di lautan. Mereka hidup dengan nyamannya tanpa ada resiko sebanding yang mengancam. Seekor tuna (mata besar/sirip kuning) kualitas ekspor untuk sashimi di Jepang dengan bobot sekitar 35-45 kg, dihargai 4-6 juta atau harga saat ini 110rb/kg. Sebuah nilai yang fantastis tentunya.

Sering ku berpikir, lalu sebenarnya kebijakan yang dibuat itu untuk siapa?? Dimana mereka yang katanya memperjuangkan nasib rakyat..

Nenek moyangku orang pelaut Gemar mengarung luas samudera Menerjang ombak tiada takut Menempuh badai sudah biasa Angin bertiup layar terkembang Ombak berdebur di tepi pantai Pemuda berani bangkit sekarang Ke laut kita beramai-ramai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline