Lihat ke Halaman Asli

Sandal Jepit Mbak Santri (3)

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

... dan ternyata setelah ani melongok wadah sabunnya, ani mendapati bahwa sabunnya hilang entah kemana. Sudah berkali-kali ani kehilangan sabun.

“ya Tuhan, ternyata masih ada yang lebih miskin dariku, hingga sabun saja mereka tak kuat membeli” gumamnya dalam hati.

Tiba-tiba seseorang menghampirinya. Berbadan agak gemuk, berkulit sawo matang, dan jalannya tegap layaknya TNI angkatan darat. Yuliana namanya.

“Ngapa ni? Sabun kamu hilang lagi? Ini ambil saja punyaku, di lemariku masih banyak stok kok, hehe”

“o, makash ya yul, kamu baik deh” sahut ani sambil tersenyum simpul.

Setelah selesai mandi, ani bergegas bersiap untuk berangkat kuliah, tak lupa dia membawa kantong plastik hitam lusuh milkinya. dia masukan sepatu cat kesayangannya ke dalam kantong plastik itu dan dimasukannya kedalam tas. Dengan hati-hati dia membuka gembok sendal kesayangannya, ditiup-tiupnya sandal itu karena berdebu.

Ani berjalan melewati lorong asrama yang lebarnya tak lebih dari 1,5 meter. Bangunan asrama terlihat tua, mungkin sudah 8 tahun terakhir asarama ini direnovasi, bahkan hanya untuk sekedar dicat. Tapi anisangat bersyukur, asrama yang dia tempati di pesantren jauh lebih bagus dari rumahnya di kampung halamannya yang hanya terbuat dari anyaman bambu.

Di halaman kantor putri, sepeda-sepeda berjejeran rapi. Salah satuya milki ani.anipun bergegas mengambil sepedanya. Dengan penuh semangat ani mengayuh sepdanya keluar pesantren, dengan bunyi khasnya “ngiiik ngiiik” ketika dikayuh. Mungkin karena sudah sangat tuanya usia sepeda ani. Hampir semua bagian sepeda ani yang terbuat dari besi sudah berkarat, bahkan menghitam.

Pampang besar bertuliskan “SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI” sudah mulai terlihat, ani terus mengayuh sepedanya. Keringatnya bercucuran membasahi pipi manisnya. Ani tak merasa khawatir diriya berkeringat. Karena sama sekali tak ada kosmetik yang melekat di wajahnya.

Ani sudah hampir sampai, seorang berbaju putih dan bercelana biru sudah berdiri tegap di depan gerbang.

“selamat pagi ani...” sapa pak satpam yang berdiri di depan gerbang sambil mengatur lalu lintas kendaraan yang masuk ke kampus.

“pagi pak...” sahut ani sambil tersenyum.

Seperti biasa setibanya di kampus ani akan melepas sandalnya. Dibukalah tasnya unutk mengambil kresek hitam berisi sepatu catnya untuk dipakai.

“biar awet...” gumam ani dalam hati.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline