Polemik mengenai aturan lepas hijab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 telah menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan sengit di masyarakat. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini mewajibkan anggota Paskibraka perempuan yang biasa mengenakan hijab untuk melepasnya saat upacara pengukuhan. Kontroversi ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan mengenai implikasi sosial dan agama, tetapi juga mencerminkan tantangan besar dalam menjaga toleransi beragama di Indonesia.
Kebijakan Baru BPIP
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, anggota Paskibraka putri diharuskan mengenakan pakaian seragam yang tidak mencantumkan pilihan berhijab. Hal ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana anggota Paskibraka diperbolehkan menggunakan hijab dalam upacara pengukuhan maupun pengibaran bendera pada 17 Agustus.
Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, menjelaskan bahwa pelepasan hijab bagi sejumlah anggota Paskibraka 2024 bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera. Namun, kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak yang menganggapnya sebagai bentuk diskriminasi dan intoleransi terhadap umat Islam.
Polemik dan Reaksi Masyarakat
- Kontroversi di Media Sosial
Kontroversi ini mencuat setelah pengukuhan Paskibraka oleh Presiden Joko Widodo di Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, pada Selasa (13/8/2024), di mana sebanyak 18 anggota Paskibraka putri yang biasa menggunakan hijab tiba-tiba tidak mengenakan hijab saat upacara pengukuhan. Banyak netizen di media sosial yang mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap keputusan ini, dengan beberapa di antaranya menganggapnya sebagai bentuk penyerangan terhadap identitas agama.
Peristiwa ini disayangkan oleh para anggota Purna Paskibraka Indonesia (PPI) yang menilai ada tekanan kepada 18 anggota Paskibraka putri untuk melepas hijabnya saat pengukuhan. PPI mendesak BPIP agar meluruskan kontroversi ini supaya ke-76 anggota Paskibraka bisa bertugas dengan baik di Ibu Kota Nusantara (IKN) nanti
Respon Dari Organisasi Agama
Muhammadiyah menyayangkan adanya dugaan larangan berjilbab bagi Paskibraka muslimah dan meminta agar larangan itu dicabut jika benar adanya. Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menilai dugaan larangan berjilbab itu sebagai tindakan diskriminatif yang bertentangan dengan Pancasila, kebebasan beragama, dan hak asasi manusia.
PBNU juga meminta aturan yang melarang penggunaan jilbab bagi Paskibraka dikoreksi, karena penggunaan hijab tidak mengganggu penampilan seragam Paskibraka. Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta BPIP agar meninjau ulang surat keputusan standar pakaian Paskibraka karena berpotensi melanggar hak anak dan diskriminasi.