Cilacap - Memasuki dunia perkuliahan adalah salah satu momen penting dalam kehidupan seseorang. Selain menuntut ilmu, mahasiswa baru juga harus beradaptasi dengan lingkungan kampus yang baru, termasuk budaya yang berbeda-beda. Bagi sebagian mahasiswa baru, hal ini bisa menimbulkan fenomena culture shock, yaitu rasa kaget, bingung, atau tidak nyaman akibat perbedaan budaya.
Culture shock bisa dialami oleh siapa saja yang mengalami perubahan lingkungan yang signifikan, seperti pindah dari daerah asal ke daerah lain, atau dari negara asal ke negara lain. Dalam konteks kampus, culture shock bisa terjadi karena perbedaan bahasa, adat istiadat, norma, nilai, kebiasaan, gaya hidup, atau sistem pendidikan antara daerah asal dan daerah tujuan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2019), culture shock yang dialami oleh mahasiswa asal kota Medan yang kuliah di luar negeri terdiri dari empat tahap, yaitu honeymoon, frustration, adjustment, dan acceptance. Tahap honeymoon adalah tahap awal di mana mahasiswa merasa senang dan antusias dengan lingkungan baru. Tahap frustration adalah tahap di mana mahasiswa mulai merasa kesulitan, stres, atau frustrasi karena menghadapi perbedaan budaya. Tahap adjustment adalah tahap di mana mahasiswa mulai belajar dan menyesuaikan diri dengan budaya baru. Tahap acceptance adalah tahap di mana mahasiswa sudah merasa nyaman dan menerima budaya baru.
Dalam proses adaptasi budaya, mahasiswa baru juga memerlukan strategi penyesuaian diri yang efektif. Menurut Siti Mufidah (2021), ada beberapa strategi yang bisa dilakukan, antara lain:
- Membuka diri dan bersikap positif terhadap budaya baru
- Mencari informasi dan pengetahuan tentang budaya baru
- Membangun komunikasi dan interaksi dengan orang-orang lokal
- Mencari dukungan sosial dari keluarga, teman, atau komunitas
- Menjaga kesehatan fisik dan mental
- Mempertahankan identitas dan nilai budaya asal
Salah satu studi kasus tentang culture shock yang dialami oleh mahasiswa baru dari berbagai daerah adalah yang dilakukan oleh Rahmat (2018) terhadap mahasiswa asal Bima yang kuliah di kota Makassar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa Bima mengalami culture shock yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
- Perbedaan bahasa dan logat
- Perbedaan makanan dan minuman
- Perbedaan iklim dan cuaca
- Perbedaan cara berpakaian dan berpenampilan
- Perbedaan cara bersosialisasi dan bergaul
- Perbedaan sistem pendidikan dan kurikulum
Untuk mengatasi culture shock, mahasiswa Bima menggunakan beberapa strategi penyesuaian diri, antara lain:
- Belajar bahasa dan logat setempat
- Mencoba makanan dan minuman setempat
- Menyesuaikan diri dengan iklim dan cuaca setempat
- Menyesuaikan diri dengan cara berpakaian dan berpenampilan setempat
- Membangun komunikasi dan interaksi dengan orang-orang setempat
- Mempelajari sistem pendidikan dan kurikulum setempat
Akhirnya, penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang bagaimana mahasiswa Bima beradaptasi dengan budaya baru di kota Makassar. Penelitian ini juga dapat menjadi acuan dan rekomendasi bagi pihak kampus, pemerintah, dan masyarakat untuk memberikan dukungan dan fasilitas yang memadai bagi mahasiswa baru dari berbagai daerah, agar mereka bisa mengatasi culture shock dan berprestasi di dunia akademik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H