Lihat ke Halaman Asli

Kualitas Hidup Musiman

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan September 2013 ini musim kemarau masih berlanjut, menurut jumpa pers prakiraan musim kemarau 2013 yang digelar BMKG (28/2) memprakirakan bulan September 2013 terjadi 1 ZOM (Zona Musim) yang kemudian ditegaskan oleh Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrem, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Hariadi, mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami puncak musim kemarau.

Menurut beliau, puncak kemarau terjadi pada bulan September ini terjadi di wilayah Jawa, Lampung, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi bagian selatan akan mengalami udara kering dan panas. Tandasnya, kemarau tahun 2013 ini disebut kemarau basah karena masih dihiasi hujan. Namun, kita ketahui bersama selama bulan September ini potensi hujan di wilayah-wilayah tersebut sangat kecil.

Jika membaca dan memperhatikan pernyataan BMKG memang tidak perlu ada kekhawatiran akan kekeringan di musim kemarau tahun ini. Kekeringan memang terjadi dibeberapa daerah, terutama di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan pesisir laut karena aomali suhu muka laut yang menyebabkan intesitas pembentukan awan yang cukup tinggi ditambah pengaruh angin kering dari Australia yang dominan.

Penjelasan yang cukup masuk akal, namun hal tersebut perlu disederhanakan lagi agar orang awam dapat memahami maksud arti dan istilah meteorologi, klimatologi dan geofisika terlebih siklus musiman yang dipaparkan oleh BMKG dalam jumpa pers-nya.

Menyimpang agak jauh dari berita diatas, realita masyarakat yang peduli terhadap perubahan cuaca mulai mempertanyakan apa peran pemerintah dalam mengantisipasi perubahan musim, terutama di bidang pengelolaan sumber daya air dan pertanian. Sebagaimana saya ketahui, masih kurangnya koordinasi dalam kebijakan O&P (Operasi & Pemeliharaan) mengakibatkan beberapa wilayah yang memiliki pasokan sumber air cukup seperti Jawa Barat) malah kesulitan dalam mendistribusikan air kepada pemakai air irigasi. Selain sektor urban, tidak bisa dipungkiri, menjadi penyumbang meningkatnya kebutuhan air.

Harus kita sadari mulai sekarang, musim kemarau bukan satu-satunya faktor utama yang menyebabkan kekeringan dibeberapa wilayah di tanah air.

Belum lama ini, tanah air kita menjadi sorotan dunia atas 'ekspor' asap 'bebas cukai' untuk kebakaran lahan yang ternyata disebabkan oleh para 'oknum' di area tersebut. Kemudian, itupun menjadi isu kelemahan dalam koordinasi kebijakan.

Sepertinya menjadi "budaya baru" bagi masyarakat kita "membakar" adalah suatu bentuk penyelesaian untuk suatu permulaan. Bahkan di panggung politik, "membakar" "ideologi" dengan terbentuk banyak sekali ormas-ormas menjadi bentuk penyelesaian untuk suatu permulaan sebuah Partai Politik. Wah, yang satu ini saya bukan lagi menyimpang jauh, Maaf.

Kembali kepada topik kemarau dan asap. Kondisi alam yang sedang kering dengan tingkat kelembaban seperti ini sangat cocok sekali untuk makhluk serangga, terutama nyamuk, berkembang biak. Tidak salah, jika tiap sore hingga malam hari banyak masyarakat yang disibukkan dengan urusan serangga satu ini. Ya, sepertinya masyarakat semakin pintar dalam mewaspadai wabah demam berdarah.

Namun, masih dipergunakannya cara-cara konvensional untuk membasmi serangga ini menjadikan lingkungan menjadi tidak lebih baik. Penggunaan insecticida hingga metode fogging akan mempengaruhi kualitas baik udara, air, tanah yang menjadi media penyerap menjadi menurun.

Terlebih dibeberapa tempat, dan mungkin saja di tempat Anda, masyarakat mengusir nyamuk dengan metode asap sampah. Ya, masyarakat lebih senang membakar sampah-sampah rumah tangga umumnya untuk mengurangi jumlah serangga nyamuk. Sepertinya, masyarakat yang melakukan hal tersebut tidak memiliki opsi lain, selain dengan jawaban pun mengurangi masalah persampahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline