Lihat ke Halaman Asli

Agustinus Sipayung

Seorang konsultan di bidang pertanian

Jokowi yang Lari: Pengkritik vs Pelindung Rakyat

Diperbarui: 6 November 2016   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya sebenarnya enggan larut dengan hiruk pikuk perpolitikan beberapa hari terakhir. Namun dengan banyaknya berita-berita miring yang ditujukan kepada President Jokowi yang menurut saya telah mengarah pada fitnah dan menciptakan image public yang negatif saya tertarik membuat ulasan terkait fenomena tersebut.

Pasca kejadian ketiadaan President Jokowi di istana negara, saat massa melakukan demo untuk membela keyakinannya, mendadak ulasan dan kritikan tajam para pengamat berseliweran. Ada yang menyebut Pak Jokowi sebagai Presiden amatiran, presiden yang tidak mengerti luka batin masyarakat hingga ada himbauan agar president diturunkan. Mereka adalah pengkritik yang menyusun argumen dengan sangat baik dan menggungah emosi sehingga banyak anggota masyarakat menganggap hal itu benar dan turut membaptis mereka menjadi pengamat dadakan.

Melihat  fenomena tersebut saya teringat tentang cerita seorang pengkritik yang mendatangi sebuah desa yang dikenal dengan kebersihannya. Setiap rumah di desa itu bersih dengan taman yang indah. Pemimpinannya dikenal sangat dekat dengan masyarakat dan selalu mengajak mereka agar menciptakan lingkungan yang bersih.

Lalu si pengkritik berusaha mencari sesuatu yang janggal dan untuk mendapatkannya ia berburu hingga ke pinggiran desa. Hingga akhirnya ia menemukan satu titik kotoran di pinggir hutan, di daerah yang tidak ada penduduknya.  Mendapatkan “bukti otentik” tersebut membuatnya bahagia karena ia memiliki sesuatu untuk diekspos. “Sebuah ketidakkonsistenan”, pikirnya.

Besoknya ia mengundang para wartawan, blogger, dan para pendukungnya di sebuah balai desa yang bersih dan indah karena dirawat dengan baik oleh petugas desa. Ia lalu berdiri di depan para undangan dengan sikap yang tegap, penuh keyakinan dengan kaca mata yang menggantung di hidungnya.

“Saya menemukan sebuah kotoran. Dan ini menunjukkan bahwa ada yang tidak beres dengan sistem yang dijalankan Pak Kepala Desa. Sesungguhnya ia tidak mampu menjalankan tugasnya secara baik. Bukankah  jalanan dipinggir hutan juga sering dilalui masyarakat, pasti mereka tidak akan nyaman dengan kotoran ini. Dan ini juga berarti kades melakukan diskriminasi karena orang di pinggiran  berasal dari suku tertentu dan pak kades tidak menjaga kebersihan di sana”,  teriaknya berapi-api sembari mengeluarkan sebuah titik kotoran dari kantungnya. “ Ini buktinya”, ucapnya penuh keyakinan. Seketika itu kilatan kamera mengisi  ruangan tersebut.

Keesokan harinya berita miring tersebut menjadi ramai menghiasi media massa.

Kepala Desa Gagal Menjaga Keberhasikan Desa Mentari.

Seorang pengamat meminta Kepala Desa mundur karena gagal menjaga keberhasihan hutan.

Lalu blogger menuliskan berita dengan judul yang lebih bombastis dan berita yang lebih parah.

Terbukti kalau Desa Mentari besih adalah kebohongan besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline