Lihat ke Halaman Asli

Kerja Setengah Mati, Tapi Tak Dianggap Karena Laporan

Diperbarui: 15 April 2019   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar (bisnis.liputan6.com)

Pernah nggak kamu sudah kerja banting tulang, mati-matian, dan sampai jumpalitan tapi malah nggak dianggap sama atasan. Bukanya dipuji dan diapresiasi tapi malah dicap kerja asal-asalan, nggak becus, dan malah dituding begini-begitu, apes dah. Kalau pernah, tenang saja, kamu tidak sendirian kok, banyak juga pekerja mengalami hal yang demikian. Saya juga pernah mengalaminya kok.

Seperti biasa, tulisan ini hanya sekedar intermezzo, hasil observasi sederhana dan pengamatan sehari-hari saya saja. Nah salah satu faktor yang menyebabkan kerja kita tak dianggap padahal sudah total dan nunjukin loyalitas tanpa batas adalah laporan. Saya sih termasuk orang yang malas bikin laporan, apalagi kalau sudah berhadapan dengan excel, mending saya disuruh nulis sepuluh artikel dalam satu hari daripada harus input-in data.

Tapi karena kita pekerja ya mau nggak mau harus dikerjain. Jadi tanpa berpanjang lebar lagi saya bakal coba ceritain sedikit apa yang saya tahu, kok bisa sih kita sudah kerja mati-matian tapi malah tak dianggap hanya karena sebuah laporan. Teruslah membaca...

1. Mereka Jauh dan Bukan Orang yang Mengerti Lapangan

Saya nggak tahu apa hal begini berlaku juga buat pekerja lain. Tapi kalau buat orang lapangan kayak kita, terus punya atasan yang bukan orang lapangan, atau kasarnya tidak paham lapangan, maka mulailah perbaiki cara kita melaporkan sesuatu. Sebab, atasan dengan tipe seperti ini memang bukan pemain di lapangan, tapi mereka sangat rapi kalau sudah menyangkut data.

Saya pernah didamprat karena hal beginian. Kerjaan beres sih, bahkan kita sampai pulang malam. Masalahnya kan atasan kita tidak satu ruangan, jadi mereka tidak lihat kita pontang-panting, bagi mereka laporan itu adalah cerminan kinerja kita. Mereka tak mau berpikir lebih, bahwa kadang kita kelelahan sehingga tak sempat nginputin atau nyusun laporan.

Dalam konteks ini saya ceritain kemungkinan terburuknya, bahwa laporan itu penting. Apalagi jika dalam sebuah perusahaan, tak ada format baku untuk menyusun laporan. Jadi mulailah menaruh perhatian bahwa membuat laporan itu sama pentingnya dengan menyelesaikan pekerjaan.

Bahkan sekalipun di depan atasan kita terlihat sibuk, tapi pas baca laporan kita berantakan siap-siap saja dikatain "Loh kamu kelihatan super duper sibuk ngerjain apa aja sih?” Pasti tak enak di gituin kan. Apalagi atasanya ada di pusat dengan jarak ribuan kilometer, laporan bisa jadi satu-satunya cerminan kinerja kita.

2. Laporkan Setiap Hari Lewat Email

Untuk menghindari penumpukan, laporkanlah pekerjaan kita setiap hari dalam format harian. Kalau tidak ada inisiatif saja, bikin sendiri formatnya. Biasanya atasan bakal lebih senang kalau tiap hari dapat mengetahui apa saja yang kita kerjakan.

Setelah itu bikin rekapan mingguan dan bulananya. Tentu tak bisa dipukul rata, setiap perusahaan punya ketentuan masing-masing. Tujuan rekapan adalah untuk mempermudah yang di atas membaca laporan kita. Sebab setahu saya seorang atasan, apalagi seorang owner, pasti meminta rekapan sebuah laporan. Ya iyalah masa mereka disuruh merangkum sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline