Lihat ke Halaman Asli

Boris Toka Pelawi

TERVERIFIKASI

.

Lewat Memasak Aku Belajar Bertahan Hidup dari Ibu

Diperbarui: 30 November 2020   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bapak, Ibu dan Saya (dokpri)

Bapak saya meninggal saat saya masih kelas 2 SMP, Saat itu kami sekeluarga sudah tinggal di Pekanbaru.Sebab sebelumnya kami tinggal di Jakarta, lalu saat krisis tahun 1998 pindah ke Bandung, tak sampai setahun hijrah ke Habatu (Sumatera Utara), Delapan bulan kemudian pindah lagi ke Pekanbaru dan menetap disana sampai saya lulus SMA dan adik saya lulus SMP.

Tidak Pernah Hidup Susah


Bapak saya termasuk orang yang pandai mencari uang.Insting bisnisnya sangat bagus.Itu kenapa kepindahan keluarga kami dari satu titik ke titik lain bukan karena kesulitan ekonomi.Tapi lebih kepada ketidak puasan bapak saya terhadap keadaan.Tapi ketidak puasan itu sepertinya terjawab saat kami merantau ke Pekanbaru.

Semua berawal dari ajakan teman bapak saya.Sampai di Pekanbaru keluarga mulai menjual monja (rombengan/baju bekas impor).Pekanbaru adalah kawasan perkebunan, dan hampir semua masyarakatnya bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit milik PT.

Maka kain monja sangat laku, selain harganya murah, kualitasnya juga bagus.Waktu itu keluarga kami adalah yang pertama kali menjual kain monja di daerah kami.

Alasan pakaian bekas ini laris karena masyarakat merasa sayang kalau harus membeli pakaian baru untuk dipakai berkebun.Singkat cerita usaha keluarga kami pun maju hingga bisa membangun rumah dengan tanah yang luas.

Saat itu banyak kebun kelapa sawit milik warga dijual dengan harga murah, dan kami membelinya, sehingga lima tahun disana keluarga saya sudah memiliki cukup aset dan penghasilan.

Semua berjalan baik sampai....

Semua Lenyap Dalam Sekejap


Belum lama menikmati semua yang dimiliki, bapak saya mulai sakit-sakitan.Semua karena gaya hidup yang buruk.Bapak saya terserang stroke dan diabetes, jadi sakitnya sudah komplikasi.Bapak saya tidak bisa lagi menemani ibu saya ke pasar karena tangan kirinya sudah lumpuh dan kondisi kesehatannya terus menurun.


Demi biaya perobatan akhirnya mobil, ladang, sampai rumah terjual, namun setelah semua habis terjual bapak saya akhirnya meninggal dunia.


Jika diingat-ingat lagi, perjuangan seorang ibu sangat melelahkan.Betapa banyak kesusahan yang harus ditanggungnya demi membesarkan anak-anaknya dengan layak.


Ibu yang Mencari Uang dan Memasak


Setelah bapak meninggal perjuangan ibu memang lebih berat dalam hal menafkahi keluarga.Tapi sebelumnya, sekalipun bapak masih hidup, ibu jugalah yang mengerjakan pekerjaan rumah sebelum dan sepulang berdagang di pasar.


Di Pekanbaru pasar dimulai di pagi hari dan setiap hari tempatnya berpindah-pindah.Sejak mobil terjual ibu numpang di mobil tetangga.Subuh di saat kami masih tidur ibu sudah selesai memasak, lalu membangunkan kami sebentar dan meninggalkan uang jajan.


Sebelum pergi ibu selalu berpesan agar tidak telat pergi ke sekolah.Melihat rutinitas ibu, saya jadi belajar untuk tidak menyerah pada keadaan.


Saya juga belajar untuk tidak mudah mengeluh, dan harus bisa hidup apa adanya.Tapi karena ibu memang orang yang hebat, sekali pun tidak memegang banyak uang, kami selalu makan enak.Ibuku jago memasak.


Jadi saya dan adik tidak pernah merasa kekurangan.Karena sekalipun dengan bahan yang seadanya ibu bisa membuat masakan yang sangat enak.Dengan beberapa lembar uang ribuan, ibu bisa membuat sop yang enak.


Mulai dari perkedel, nasi goreng, hingga memasak ayam gulai jika kebetulan ada uang lebih dan moment yang harus dirayakan.


Ibu mengajarkan saya bahwa untuk membuat masakan yang enak bukan karena besarnya modal.Contohnya untuk membuat sop, cukup bawang putihnya di geprek, kasih lada giling, bawang goreng, garam, daun sup dan bawang daun.Lalu bikin sambel goreng sebagai tambahannya.Sop nya juga cukup pakai kentang, wortel, dan daging kalau ada.


Demikian juga kalau membuat perkedel.Kentangnya jangan direbus, tapi digoreng biar perkedelnya enak.Biarpun laki-laki, saya jadi cukup pandai memasak karena sering memperhatikan dan membantu ibu memasak.


Biar Miskin Tapi Rumah Selalu Jadi Tempat Berkumpul


Setiap hari selasa, karena pasarnya depan rumah, setelah dagangan ditutup teman-teman ibu selalu makan ramai-ramai di rumah.Jadi bahan-bahannya dari teman ibu, ada yang memberi bumbu, seperti cabai, bawang, dll, ada juga yang menyumbang daging, sayur atau ikannya.


Nanti ibu yang memasak.Akhirnya masakan ibu lama-lama jadi terkenal, dan kalau ada acara ibu sering diminta untuk memasak.Dari makanan juga pergaulan ibu jadi luas.Suatu hari saat kami ingin membangun rumah sederhana, karena setelah rumah dijual untuk biaya berobat bapak kami mengontrak, teman-teman ibu tidak disangka ikut menyumbang.


Ada yang menyumbang pasir, papan, batu bata, seng, hingga tetangga yang jadi tukangnya menolak untuk dibayar saat rumah sudah selesai dibangun.Tetangga kami itu hanya minta dibelikan rokok satu bungkus.


Sungguh banyak orang berbuat baik kepada keluarga kami karena ibu pandai membawa diri.


Ibu Mendorong Saya Pergi ke Bandung


Pada agustus 2010 setelah lulus SMA, Karena takut tidak memiliki masa depan di kampung, ibu pun meminta saya pergi ke Bandung menemui paman saya (abangnya ibu).Dengan berat hati saya meninggalkan ibu dan adik saya.


Setelah sampai di tanah perantauan, nasehat dan contoh-contoh yang diberikan ibu terasa sangat berguna.Ibu meminta agar saya menganggap rumah paman sebagai rumah sendiri, dan menganggap mereka seperti orang tua sendiri.Ilmu dari ibu pun saya praktekkan.


Biarpun laki-laki, setiap pagi saya selalu menyapu, mencuci piring, bahkan sering saya memasak kalau tante saya tidak sempat.Karena kebetulan mereka punya toko kelontongan, jadi sering tidak sempat untuk memasak.


Tak Hanya Jago Memasak Ibu Juga Bisa Menjahit


Karena fisik sudah semakin tua dan dagangan mulai tidak laku, ibu berhenti jualan ke pasar dan fokus menjahit di rumah.Selama saya mencari kerja di Bandung, ibu bisa mandiri dengan menjahit.Ibu tidak pernah ribut dengan tetangga atau siapapun di kampung.Sementara diantara tetangga terkadang ada yang bermusuhan.


Tapi ibu selalu jadi tempat mereka bercerita, dan hebatnya ibu selalu bisa menjaga rahasia sehingga tidak menambah pertikaian diantara teman-temannya.Maka saya juga belajar dari ibu untuk menjaga rahasia.


Saat di Bandung, ibu juga meminta saya untuk menabung dan tidak usah sering-sering mengirim uang ke kampung.Ibu meminta saya menabung agar bisa kuliah.


Pindah Dari Rumah Paman


Singkat cerita, ada seseorang yang meminta saya untuk mengisi rumahnya yang kosong.Tidak bayar, saya hanya diminta tinggal dan merawat rumahnya biar tidak kotor.Karena lebih dekat dengan tempat kerja, sayapun menyanggupi.


Lagi-lagi ilmu memasak dari ibu sangat berguna.Kompor dan kulkas dan perabotan sudah lengkap.Saya hanya perlu membuat makanan sendiri.Karena saya harus irit, maka daripada membeli makanan setiap kali mau makan, saya memutuskan untuk memasak.


Saya membuat makanan yang dulu sering dimasak oleh ibu.Walaupun tidak seenak buatan ibu, tapi berbekal ilmu memasak dari ibu, saya tetap bisa makan enak dengan modal kecil.Yang penting itu "berani bumbu" itu pesan ibu yang selalu saya ingat.


Ibu adalah guru bagi saya sehingga memiliki nilai-nilai kehidupan, ibu juga yang mengajari saya cara bertahan hidup lewat memasak.


Pindah ke Bandung Setelah Adik Lulus SMP


Setelah adik lulus SMP, dan kami berdiskusi, ibu dan adik pun memutuskan ikut pindah ke Bandung.Karena ibu sudah tua dan tidak elok rasanya kalau kami terpisah-pisah.Sekarang saya bisa makan masakan ibu setiap hari.


Satiap ibu memasak saya bertanya apa saja bumbunya dan bagaimana cara memasaknya.Agar kelak saya bisa gantian memasak untuk ibu.Dan jika nanti menikah, setidaknya saya juga bisa memasak untuk keluarga saya hehe...


Semua yang diajarkan ibu sejak saya kecil sangat bermanfaat.Termasuk pelajaran tentang memasak, sekalipun terkesan sederhana, tetapi lewat memasak ibu melatih saya untuk mengolah rasa.Sehingga saya bukan hanya menjadi orang yang tangguh dan kuat, tapi juga peka serta sensitif untuk merasakan keadaan sekitar.


Terimakasih ibu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline