Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan mengucapkan selamat ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi atas vonis dua pelaku penyiraman air keras, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis yang dinilai tak sesuai. Menurut Novel, Jokowi berhasil membuat pelaku kejahatan tetap bersembunyi dan siap melakukannya lagi.
"Selamat Bapak Presiden @jokowi. Anda berhasil membuat pelaku kejahatan tetap bersembunyi, berkeliaran dan siap melakukannya lagi!" kata Novel lewat akun Twitternya @nazaqistsha, Jumat, 17 Juli 2020. (Tempo.co)
Itulah ucapan kekecewaan Novel Baswedan atas penanganan kasusnya. Pasti semua sudah tahu bahwa Novel Baswedan disiram air keras dan mengakibatkan sebelah matanya menjadi cacat. Kasus ini terjadi pada 11 April 2017, berartitiga tahun sudah kasus ini berjalan dan hari ini baru selesai.
Sesungguhnya kasus ini dianggap belum selesai karena menyisakan banyak misteri dan keraguan. Setidaknya itulah yang dilihat masyarakat dan tim hukum Novel Baswedan. Bahkan komedian Bintang Emon, pernah menarasikannya dalam sebuah joke yang kemudian viral.
"Kalau niatnya nyiram ke badan gak mungkin kena ke muka, kan kita tinggal di bumi ada gravitasi..."
Karena komedinya itu Bintang Emon pun diserang pendukung fanatik Presiden Jokowi.Saya sedari awal mendukung langkah Novel Baswedan yang terus menghembuskan kasus ini di media. Agar kasus ini tidak tertidur, sebab kasus ini bukan kasus main-main. Korupsi adalah ExtraOrdinary Crime, kejahatan luar biasa. Maka saat ada orang yang menghalangi jalannya pemberantasan korupsi, bisa disimpulkan orang itu koruptor, atau minimal orang yang ikut menikmati hasil korupsi.
Banyak yang menyalahkan Novel Baswedan kenapa harus mengadu pada Presiden. Kan ini kasus hukum, Presiden tidak boleh mengintervensi hukum. Ucapan seperti ini banyak dilontarkan pendukung Jokowi tanpa mau memilah-milah, yang mana harus dia dukung yang mana harus dia kritisi.Saya pribadi untuk kasus ini ada di pihak Novel Baswedan.
Untuk yang berkata bahwa kasus ini bukan urusan Presiden apa tidak tahu kalau Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Artinya kepala negara punya kuasa untuk menentukan ketajaman hukum di negara ini. Kalau bukan pada presiden, pada siapa lagi kita menaruh harapan pemberantasan korupsi. Sebab KPK saat ini bukanlah KPK yang dulu. Keganasannya sudah makin berkurang karena terus ditekan oleh pemilik kepentingan.
Maka spirit pemberantasan korupsi harusnya ada pada diri Jokowi. Dan spirit itu harus didemonstrasikan dalam lembaga-lembaga di bawahnya. Justru keliru, pendukung yang beranggapan Jokowi bersih, dan itu cukup. Saya pribadi yakin pak Jokowi itu orang bersih, tidak pernah korupsi. Ada sebuah kalimat bunyinya begini, "Orang bersih itu justru membersihkan yang kotor."
Jadi kalau ada orang bersih tapi tinggal di lingkungan yang kotor, sesungguhnya dia adalah orang yang jorok. Karena dia hanya bersih sampai di ujung kulitnya. Tanah yang dia injak, benda yang didudukinya, udara yang dia hirup, pemandangan yang dilihatnya, semua kotor, tapi dia tak punya spirit untuk membersihkannya, maka sesungguhnya dia adalah orang yang juga jorok.
Maka kebersihan yang ada pada dirinya sesungguhnya tak punya makna, karena dia hanya menjadikan kebersihan yang ada padanya sebagai tontonan. Harusnya kebersihan itu ditularkan, maka yang kotor harus disingkirkan.