Lihat ke Halaman Asli

Boris Toka Pelawi

TERVERIFIKASI

.

Stephen King: Menulislah untuk Kesenangan!

Diperbarui: 15 April 2019   12:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: famousauthors.org

Sebaiknya, Anda menulis dengan alasan karena kegiatan menulis itu bisa mendatangkan kebahagiaan bagi diri Anda. "Aku melakukannya (menulis) untuk kesenangan. Jika Anda melakukannya untuk kesenangan, maka Anda bisa melakukannya sampai kapan pun."

Menulis tampaknya adalah pekerjaan yang memiliki hakikat yang mulia dalam kehidupan. Bukan bermaksud membangga-banggakan atau melebih-lebihkan kegiatan tulis-menulis atau profesi seorang penulis. Karena toh pada dasarnya semua pekerjaan jika dilakukan dengan baik dan tulus akan mendatangkan kebaikan bagi setiap orang. 

Artinya, semua orang telah memiliki panggilannya masing-masing. Demikian pun dengan profesi seorang penulis ataupun seorang yang bukan penulis.

Ada yang menulis karena memang passion serta cita-cita, ada yang menulis karena memang panggilan, tujuan tertentu hingga menulis sebagai gaya hidup. Apa pun motivasi yang mendasari seseorang untuk menulis hendaknya hal itu bisa menimbulkan rasa senang hingga bahagia, minimal untuk diri si penulis. 

Ada kepuasan pribadi, ada kesenangan tersendiri... begitulah seharusnya perasaan yang lahir dari kegiatan tulis-menulis yang kita lakoni.

Saya jadi teringat sebuah adegan dalam film berjudul Midnight in Paris. Saat itu, Owen Wilson berperan sebagai Gil Pender yang banting setir dari seorang penulis naskah film menjadi seorang penulis novel. 

Bersama kekasihnya, Inez (Rachel McAdams), mereka memutuskan untuk pergi ke Paris. Suatu ketika di dalam hotel, Gil dan Inez berdebat mengenai berbagai hal serta pilihan Gil untuk menjadi seorang penulis novel. Di tengah perdebatan tersebut ada satu pertanyaan yang cukup menohok bagi saya pribadi yang diucapkan oleh Inez untuk kekasihnya Gil tentang pilihannya menjadi seorang penulis novel.

"Siapa yang mau menghabiskan seluruh sisa hidupnya untuk bergumul?"

Pertanyaan ini sangat menarik bagi saya, karena yang namanya proses menulis apalagi yang memang hidupnya telah diabdikan untuk menulis. Proses bergumul yang notabene adalah sebuah pencarian jati diri, merefleksikan berbagai kejadian di dalam jiwa, menganalisis fenomena hingga memaknai setiap peristiwa adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Karena dari pergumulan, pergolakan, perenungan itulah muncul sebuah pencerahan serta pemikiran yang murni dari diri seorang penulis.

Jika tak mengalami proses ini, seorang penulis bakal menulis apa? Jatuh-jatuhnya bukan menulis buah pemikiran malah sibuk jadi seorang komentator yang puas dengan tiga empat patah kata yang prematur. (Contoh mengenai sosok penulis yang bergumul ini pernah saya tulis dengan judul "Pelajaran Hidup dari Sitor Situmorang")

Tentu bergumul bukan berarti tidak bahagia, ini kembali lagi pada setiap karakter yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Ada yang cuek ada juga yang tipe perenung, macam-macam lah ya. Justru untuk beberapa orang, akan merasa seperti 'ayam penyakitan' jika pikirannya tidak sibuk. Oleh karena itu, mereka terus menyibukkan pikirannya dengan berbagai macam hal. Tentu hal itu bukan membuat suntuk, melainkan menciptakan kebahagiaan serta kepuasan tersendiri dalam diri orang tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline