No regret..no regret..no regret?saya rasa jawaban dari pernyataan dan pertanyaan konyol saya itu adalah yes..no regret. Suatu saat waktu akan membawa kita ke masa depan, membuat kita semakin tua, dan alangkah menyenangkanya jika no regret,tiada penyesalan dalam setiap sudut kehidupan kita.Ngggak ada penyesalan?sepertinya itu perasaan yang menyenangkan....
PENYESALAN SEORANG PERANTAU
Tulisan yang sekedar intermezzo ini mengingatkan saya, dulu, waktu saya masih tinggal di PekanBaru. Seorang pria dengan;tubuh ceking, muka lusuh, dompet kosong melompong, dan perut keroncongan datang kerumah kami, lebih tepatnya singgah, karena rumah kami tepat dipersimpangan jalan jadi dia mampir untuk menanyakan alamat.
Tau alamat si Anu?dia bertanya. Tentu saya tahu karena itu adalah alamat salah satu sahabat saya, kebetulan waktu itu saya sedang duduk diteras rumah sambil makan keripik, sendirian. Dia permisi untuk ikut duduk sebentar. Dia itu adik saya katanya, sembari mengeluarkan segepok surat surat yang tak saya paham apa itu.Tak saya sangka dia meminta keripik yang saya makan, dari situlah saya tahu kalau dia sangat lapar, lalu saya mengambilkanya segelas air putih.
Siapa sangka dia malah bercerita panjang lebar kepada saya yang saya singkat begini;Dia belum menikah, usianya sudah empat puluh tahun ke atas, alasanya karena terlalu asyik merantau (orang batak memang tipe perantau), patabohu mardongan (terlalu asyik berteman, terlalu menikmati pergaulan) intinya yah.. menikmati masa-masa muda hingga akhirnya kebablasan.Dia baru saja mendengar kabar kalau adik nya itu (bapak sahabat saya) sudah mamora (kaya raya, ya memang demikian adanya) padahal dulu mereka sama sama kuli penanam bibit sawit di Pekan Baru. Yah memang demikian kondisi PekanBaru (Riau) sejauh mata memandang hanya pepohonan kelapa sawitlah yang terlihat;berjejer seumpama barisan tentara parade militer Tiongkok dan Rusia.Pohon kelapa sawit dimana mana.
Dia mengeluarkan surat-surat kucel dari tas nya yang saya tak tahu itu apa, lalu bercerita bahwa inilah bukti (mungkin itu semacam sertifikat kerja saya nggak tahu) bahwa dia lah dulu salah satu pekerja yang menanam bibit pohon sawit itu hingga sekarang telah besar dan menghasilkan buah (dia merasa telah berjasa). Mungkin perusahaan bisa memberi saya pekerjaan, itulah harapanya.
Kisah selanjutnya adalah, semacam penyesalan yang tersirat kenapa dulu dia tak bertahan di PekanBaru. Apalagi setelah dia melihat adiknya yang kini telah kaya raya. Bagaimana tidak, dulu tanah masih di jual sangat murah di Pekan Baru, (bahkan sampai ada guyonan bahwa dulu membeli tanah tinggal tunjuk saja dari pohon mana ke pohon mana setelah itu sah tinggal bayar saja) kini adiknya itu telah menjadi petani sukses, sementara dia masih luntang lantung dalam kelajanganya. Akhir cerita, ternyata dia tak punya ongkos untuk naik ojek, mau tak mau akhirnya saya mengantarkanya secara gratis, kasihan....
LEBIH DARI SEKEDAR TEKA-TEKI