Lihat ke Halaman Asli

Antara Remisi, Penjara, dan Borgol

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam, teman-teman. Saya baru bergabung di forum ini. Mohon berkenan menerima tulisan ecek-ecek ini dan tulisan ecek-ecek berikutnya. Maklum, orangnya juga ecek-ecek. :) Terima kasih. Borgol Sahabat Koruptor Teman, baru ditunjuk sebagai Menteri dan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin dan Denny Indrayana memulai gebrakan dengan rencana menghapuskan kebijakan remisi terhadap terpidana kasus korupsi. Dan, seperti sudah bisa ditebak, pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Kubu kontra datang dari para politisi yang memang punya kolega dalam jumlah yang tidak sedikit dalam kasus-kasus kejahatan luar biasa ini. Sementara para pejuang antikorupsi menjadi kubu pendukung yang dengan hangat menyambut  penghapusan remisi ini. Persoalannya adalah kini bukan masalah waktu lagi atau lama di penjara yang perlu dibicarakan dalam hal memberikan efek jera terhadap kasus-kasus korupsi. Terbukti, mau berapa tahun pun terdakwa korupsi dihukum, tetap saja korupsi merajalela. Ancaman berlama-lama tersiksa di hotel prodeo sejauh ini belum bisa membuat pejabat negara ini menjauhi korupsi. Lantas, apa persoalan? Persoalannya adalah perlakuan aparat penegak hukum terhadap pejabat korup itu. Mereka, para koruptor, harus mendapatkan perlakuan yang sama dong dengan pelaku kriminal lainnya. Misalnya, yang paling sederhana, pasang borgol dan kenakan baju tahanan kepada mereka selama proses penyidikan hingga penuntutan di pengadilan. Mereka harus dibikin malu atau tepatnya: dipermalukan. Usul ini sebenarnya sudah pernah terlontar dari banyak pengamat hukum, tapi seperti terlewatkan belakangan ini. Lihatlah bagaimana ketika tersangka korupsi menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Datang dengan baju batik dipadu dengan celana yang mulus habis disetrika. Plus, tangan yang kalau dia mau, bisa melambai-lambai kepada para jurnalis yang mencoba mengorek keterangan. Kontras banget dengan perlakuan aparat hukum terhadap para pelaku kriminal lainnya, misalnya pencuri ayam. Tangan diborgol dengan seragam tahanan yang entah telah dicuci bersih atau tidak. Sederhana saja, bukan. Terakhir, beri keleluasaan kepada jurnalis, khususnya kamerawan/ti atau jurnalis foto untuk menyenter para koruptor itu dengan kamera mereka dan dipajang di media-media kita. Memang, selama ini, selalu ada foto atau gambar para tersangka korupsi saat usai diperiksa aparat hukum. Tapi, perhatikan juga bagaimana repotnya teman-teman jurnalis foto atau kamerawan ketika mengambil gambar. Para koruptor itu seolah dibantu petugas keamanan untuk menyelamatkan muka mereka. Toh, para jurnalis itu tidak akan melakukan hal-hal yang mengancam nyawa tersangka atau terdakwa korupsi itu, kan. So, remisi biar saja tetap berlaku. Tapi, kelak, kita akan mulai terbiasa melihat para pejabat atau politisi korup itu dengan baju bertuliskan "TAHANAN KORUPSI" atau "KORUPTOR" di bagian depan dan belakang baju tahanan mereka. Kelak, kita akan selalu ikut penasaran betapa dingin borgol yang menghiasi tangan koruptor itu. Plus, bolehkah saya menambahkan saran? Narapidana kasus korupsi ini juga harus diberi tugas bakti sosial, seperti menyapu jalan di pusat kota. Akhirnya, satu kata untuk mereka: RASAKAN...!!! Humto Jaya Marbun dari timur Jakarta




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline