Ini adalah tanggapan pada artikel di Kompasiana yg berjudul : apakah filsafat itu ? Izinkanlah penulis pertamakali Menyoal arti kata phillein, dimana mayoritas memaknakannya adalah cinta, hasrat,dll. Sedikit yg mengartikan philo_jamaknya philos, dengan diksi teman, sahabat, ataupun pecinta,dimana untuk makna "pecinta" ini_sebagai nominanya_ adalah selaras dengan makna "cinta", yg kemudian. tentunya untuk makna teman_sahabat, adlh merupakan hal yg ambigu, dalam makna punya dua makna_bukann sinonim, meski begitu jikalau di sumber primer semantik etimologisnya_kamus bahasa Yunani, ataupun di beberapa_tak hanya satu_rujukan valid mendunianya ada tercantum, maka tak masalah, kendati ambigu.
Kemudian, makna luas dari cinta adalah hasrat, ingin. Namun untuk makna "mencari", asumsinya adalah, melebarkan / mendalamkan secara subyektif/thesa, dari makna" ingin", " hasrat", yg mana pula, tentang makna "ingin" ini, tidak penulis telusuri sumber luarnegerinya, baik yg primer, maupun sekunder _ kutipan2nya pada jurnal2 ilmiah,dll, di pepustakaan yg bukan duniamaya_browsing, yakni sekiranya berpremis " the love of wisdom", dsb.
Nah, kembali ke makna "pencarian" ini, tentunya absah sebagai sebuah thesa, selain memang resultante muara dari logika inductiv ini, adalah berupa makna2 dari " pencarian", pengejaran hasrat", aktualisasi cinta", dsb. Nah, untuk menambahkan intisari dari makna pencarian ini, izinkan penulis merujuk pada dogma2, dimana hal ini terkait dengan sebuah premis bahwa yg sudah menemukan kebenaran, adalah belum seorang filsuf,.
Dari satu sisi tentunya sangat benar, yakni ketika hanya an sich filsafat, namun manakala holistic beserta unsur hakikatnya, maka, di Islam ,kendati terdapat furuiyahnya pada beberapanya, dikenal adanya thoriqoh, tasawuf, suluk salik, logika mantic, dalul2 aqli,dan yg tak ada khilafnya adalah ulul albab,dengan banyak dalil qathi muhkamat. . Alhasil, bagi ulil albab, berpikir integral secara filsafati ini,adalah keniscayaan, dimana sebutan untuk seluruh dogmanya, tentunya adalah "tertemukannya kebenaran yg haq absolut didalam " inklusivitasnya".
Contoh dalil aqli, adalah "tak mungkin ada kotoran binatang,_fakta, tanpa ada binatangnya", seperti pepatah tak ada asap tanpa api,dsb. Adapun dogma pencarian kebenaran, adalah nabi Ibrahim a'laihi salam, mencari Tuhan, lewat menafakuri bulan,matahari yg tenggelam, dst. Juga dalil ttg khouf_khosiyah, dan roja, dimana secara mantiq filsafati oleh al Ghozali rahimahulloh, diibaratkan,dua sayap burung,dan tauhid adalah kepalanya, dan contoh2 lainnya, bahkan dalam humor2 sufi pun, kisah2 hikmah inspiratif__bukan realita, dll, banyak unsur logika mantiqnya. Insya Allah maslahat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H