Lihat ke Halaman Asli

Tofik Pram

Warga Negara Biasa

Berjihad Melawan Lupa

Diperbarui: 10 Januari 2022   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari koleksi pribadi.

"Langkah pertama dalam melikuidasi orang adalah menghapus ingatannya. Hancurkan buku-buku, budaya, dan sejarahnya, kemudian mintalah seseorang menulis buku baru, membuat budaya baru, menciptakan sejarah baru. Tidak lama kemudian bangsa itu akan mulai melupakan apa itu dan apa itu. Perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa," demikian Milan Kundera, novelis Republik Ceko, mengingatkan kita.

Manusia tumbuh bersama simbol-simbol historis dan ingatan, kata Gertz. Memori memberikan kepastian kepada manusia tentang siapa dia, dari mana berasal, dan ke mana ia menuju. Ingatan perlu dirawat agar manusia tidak terpelanting dari sirkuit kehidupan dan kemanusiaannya.

Namun, modernisasi yang mekanistik telah melikuidasi ingatan tentang berwarnanya peradaban manusia, memaksanya agar melebur dalam unifikasi kampung global dan hanya terpesona pada yang tampak. Tinggal satu dimensi manusia yang tersisa: materialisme. Kita perlu mengakui bahwa sebagian besar kita hanyut dalam dimensi ini, hingga tiba suatu masa ketika kita kelelahan dan tetiba menyadari bahwa kita keliru memilih ruang. Kita bingung, gampang kaget, tetapi tidak tahu apa yang bikin kita bingung dan kaget. Akhirnya kita marah dan saling tuduh.

Ini adalah ekses dari dari ambyarnya ingatan karena semakin tidak ada yang bersedia merawatnya, sehingga kita terpelanting dari jalur sejarah. Para sarjana sibuk menyusun surat lamaran sementara kaum cendekiawan ternyata sangat kikir, enggan membagi waktu untuk ikut merawat ingatan bangsa ini dengan mendokumentasikan perjalanan sejarahnya sekaligus menawarkan gagasan konstruktif berbasis data. Riset belum punya daya tarik. Di sinilah, kata Julien Benda, cendekiawan telah melakukan pengkhianatan. Gagasan berserak secara parsial-temporal di media sosial, lalu hilang digulung keributan tanpa ujung-pangkal. Hingga kita lupa bahwa kita ini manusia.

Sepertinya jihad terbesar saat ini bukanlah dengan mengasah pedang, tetapi mengasah ingatan dan menghaluskan rasa. Agar kita bisa 'ngeli ning ora keli'---ikut arus (zaman) tetapi tidak hanyut---sebagaimana nasihat Sunan Kalijaga. Tetapi, eh, Sang Wali yang menasihati malah disetan-setankan.

Remuk...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline