Sedang ramai dibicarakan tentang kemunculan sejumlah sosok calon pimpinan daerah yang berjenis kelamin perempuan pada Pilkada yang rencananya akan diselenggarakan 27 November 2024 nanti. Hal itu tentunya memunculkan aksi pro dan kontra terutama di kalangan masyarakat terutama yang sudah memiliki hak sebagai pemilih. Euforia ini tentu saja menambah warna-warni dalam pesta demokrasi ini.
Sesungguhnya, sejak dulu banyak sekali perempuan yang ingin maju menjadi pimpinan daerah. Hanya saja tidak imbang dengan kemunculan banyaknya calon berjenis kelamin laki-laki yang terlihat lebih mantap dan menyakinkan untuk maju.
Di samping itu, di Indonesia sendiri masih kencang dengan stigma bahwa pemimpin harusnya adalah seorang laki-laki. Walaupun tak bisa dipungkiri, kita pernah memiliki pemimpin negara berjenis kelamin perempuan.
Setiap 5 tahun sekali, bisa dilihat, selalu muncul nama-nama calon baru yang ingin menjadi wakil rakyat untuk mengurus daerahnya masing-masing.
Hal itu tentunya bukan hanya sekadar bermodalkan niat dan keberanian, melainkan latar belakang pendidikan dan sederet pengalaman yang bisa menjadi bekal untuk maju bersaing dengan para calon berjenis kelamin laki-laki.
Indonesia masih menganut pemahaman bahwa yang berpendidikan tinggi adalah yang layak untuk dipilih, bisa dilihat dari sejumlah nama perempuan yang berhasil mendapatkan suara untuk duduk di kursi pemerintahan mayoritas memiliki gelar yang tak hanya sekadar Sarjana Strata 1.
Bisa dibayangkan betapa besar usaha para calon pemimpin perempuan untuk bisa dilirik dan dipercaya oleh masyarakat untuk dipilih.
Akan tetapi, di saat kita tengah menikmati "membaca" profil para perempuan yang mencalonkan diri menjadi pimpinan daerah, kita dipertemukan juga dengan fakta lain yang sangat berbanding terbalik.
Dari sisi yang memperlihatkan kemajuan perempuan Indonesia, menjadi sisi yang menunjukkan bahwa perempuan Indonesia ternyata masih terlihat lemah. Yakni, isu-isu seputar perempuan yang masih terus terjadi dan sangat meresahkan.
Beberapa diantaranya adalah aksi pelecehan, rudapaksa, tindakan KDRT, perdagangan perempuan dan masih banyak lagi, yang masih terus menjadi momok mengerikan.