Lihat ke Halaman Asli

Ajeng Leodita Anggarani

TERVERIFIKASI

Karyawan

Fenomena Pak Ogah Jalanan Penyandang Disabilitas, Pahlawan atau Mengkhawatirkan?

Diperbarui: 11 November 2023   04:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pak ogah | sumber: KOMPAS/AGUIDO ADRI 

Kemacetan di Jakarta bukan lagi perkara aneh untuk kita. Bahkan terjadinya bukan hanya di jalan-jalan utama. Kian banyaknya masyarakat yang lebih suka menggunakan kendaraan pribadi, membuat ibukota semakin mustahil berkembang tanpa polusi.

Saya sebagai salah satu pengguna kendaraan roda dua lebih suka mencari jalan-jalan alternatif untuk menuju ke lokasi-lokasi yang dituju, walaupun tetap sama---ada saja macetnya. Tapi paling tidak, jika bukan lewat jalan protokol, saya masih bisa melipir ke warung makan atau minum jika nampak ada kemacetan.

Di sela-sela kemacetan, untuk para pengguna kendaraan roda empat mungkin bisa melakukan aktivitas lain, semisal main gadget atau bahkan nonton tv di dalam mobilnya. Tapi bagi pengendara roda dua, aktivitas yang bisa dilakukan saat terdampak macet paling menikmati panas jalan polusi, sambil melihat orang-orang baik yang membantu alur lalu lintas yang kadang jika sial terpaksa diamankan pihak kepolisian karena dianggap meresahkan. Siapa lagi kalau bukan "Pak Ogah".

Sebutan Pak Ogah ini disematkan karena kebiasaan mereka menengadahkan tangan untuk meminta uang seperti salah satu peran di tayangan film jadul anak-anak "Si Unyil". Bedanya, karakter Pak Ogah dalam serial anak-anak itu meminta uang tanpa melakukan sebuah pekerjaan lebih dulu.

Sementara Pak Ogah jalanan ini biasanya meminta imbalan atas jasanya membantu atau mengatur kendaraan yang ingin berbelok atau putar balik arah yang biasanya menyebabkan kemacetan.

Sebagai manusia pada umumnya, pasti ada saja oknum yang menyebalkan, termasuk profesi Pak Ogah ini. Ada Pak Ogah yang kadang memaksa untuk diberi bayaran. Hal itu yang akhirnya membuat resah para pengguna jalan kemudian melaporkan hal itu pada pihak kepolisian. 

Melihat banyaknya laporan masyarakat, membuat pihak kepolisian akhirnya menindak keberadaan mereka atas pelanggaran aturan pidana karena mengarah pada pemalakan dan pemerasan.

Keberadaan Pak Ogah ini hingga sekarang masih menjadi perdebatan. Ada yang merasa kemunculan mereka mengganggu. Namun banyak pula yang menganggap Pak Ogah ini sangat membantu.

Mirisnya, di beberapa ruas jalan yang pernah saya lewati, mereka yang berprofesi sebagai Pak Ogah jalanan bisa dikatakan kondisinya jauh dari kata layak. 

Seperti di area jalan inspeksi Kalimalang, dekat putaran Kapin seberang AL Fresh, Pak Ogah yang berjaga di sana saya taksir usianya sekitar 70 tahun. Beliau seorang difabel yang dengan susah payah mengatur kendaraan. Salah satu kakinya tidak berfungsi secara normal. 

Lokasi lain di perempatan lampu lalu lintas Mc.Donalds Buaran, juga adalah seorang kakek dengan tinggi kurang dari 150cm dengan jalan yang sudah tergopoh-gopoh berdiri di tengah persimpangan dengan membawa bendera yang digunakan sebagai alat bantu untuk mengatur laju lalu lintas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline