Lihat ke Halaman Asli

Ajeng Leodita Anggarani

TERVERIFIKASI

Karyawan

Sebuah Lesehan di Jogja, Membuktikan Hukum Tabur Tuai Itu Bekerja

Diperbarui: 8 Oktober 2023   12:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Tahun 2007 saya memutuskan untuk kuliah di Jogja. Selain karena alasan Jogja adalah Kota Pendidikan, juga karena kota itu adalah tujuan liburan yang tak pernah absen keluarga kami datangi tiap tahun.

Datang untuk berlibur dan datang sebagai orang yang akan berdomisili sementara tentunya memiliki beberapa perbedaan. Cuaca, interaksi dengan penduduk asli, dan kebudayaan mereka adalah sejumlah adaptasi yang saya lakukan.

Sebagai anak kuliah yang jauh dari orangtua tidak serta merta membuat saya dimanjakan dengan uang jajan yang banyak. Saya harus mengatur keuangan sendiri. Bagaimana uang bulanan harus cukup untuk biaya kos, makan, kebutuhan kampus (di luar uang semesteran), dan biaya dolan.

Sebagai anak dari luar Jogja yang berkampus di universitas swasta, membuat saya sering mendapat ledekkan, "jauh-jauh ke Jogja cuma ngampus di swasta?" Saat itu saya cuma bisa ketawa (sambil nangis dalam hati). Tapi, mau bagaimana? Mungkin jatah otak saya hanya satu sendok teh saja, hikssss...

Tiap akhir pekan saya suka ikut teman-teman saya nongkrong. Nggak ada kata absen. Pokokmen nek ora metu dino Septu ora mbois. Kadang di kafe-kafe sepanjang jalan Prawirotaman pokoknya yang menyajikan live music, kadang nongkrong sampai masuk angin di jalan Solo, kadang clubbing kalau nekad. *eh

Akhirnya, uang bulanan yang sudah saya bagi-bagi sesuai kebutuhan terpaksa ada yang saya alokasi ke kebutuhan nongkrong tadi. Alhasil, uang bulanan habis sebelum waktunya. 

Mau minta orangtua lagi, takut dimarahin, mau pinjam teman, nggak mau dianggap anak Jakarta kok kere. Pokoknya gengsi saya benar-benar kental gaya anak ibu kota, lah. Kwkwkwkw

Nah, kebetulan kampus dan tempat kos saya dekat dengan Malioboro. Zaman itu sepanjang toko-toko Malioboro di waktu malam belum ada larangan untuk berjualan makanan lesehan. Saya beruntung jadi mahasiswa di zaman itu.

Nah ada salah satu lesehan di sana Namanya Warung Trotoar. Pemiliknya bernama Pakdhe Kampret. Entah siapa nama asli beliau, pokoknya nama hits-nya itu.

Menu makanan berat yang disajikan di sana adalah nasi goreng. Itu memang makanan favorit. Banyak wisatawan yang tiap kali ke Jogja selalu mampir ke sana. Rasanya enak, gurih, tanpa kecap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline