Lihat ke Halaman Asli

Ajeng Leodita Anggarani

TERVERIFIKASI

Karyawan

Senja di Jalan Menteng

Diperbarui: 23 November 2019   18:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Suatu mimpi kecil bisa melewati jalan ini
Mengira-ngira kemewahan apa yang disuguhkan

Katanya ibu,"Cuma orang kaya yang lewat sana, kita nggak bisa. Jangan coba-coba, nanti kau ditangkap."
Berat-berat kepala ini berpikir, apakah aku penjahat? Mengapa ditangkap?
Rumah presiden dulu di sana, apa aku tak boleh ke sana? Aku kan warga Indonesia?

Rumah para menteri juga di sana? Barangkali aku bisa banyak bertanya, apakah aku bisa seperti mereka?

"Jangan banyak khayal, nanti tak sampai, kau bisa gila. Sini, bantu ibu hitung akua, buat makan kita." 

Terus menerus sepanjang waktu, misteri kemewahan itu berputar di kepalaku yang dilindungi rambut merah bekas sengat matahari
Anak kampung yang terus bermimpi sampai pulas dan kembali bermimpi lagi

Belasan tahun kulewati, mimpiku menjadi menteri tergerus biaya hidup sehari-hari. Benar kata ibu, untung aku belum gila. Berkhayal cukup seadanya saja.

Kini aku duduk di sini, di pinggir jalan mewah Menteng

Mewah, rumah-rumah besar ditanami pepohonan rimbun. Ada banyak yang berjaga, sesekali melihatku sinis, tanda tak suka.


Aku terus menjajakan semua yang ada dalam mobil roda duaku
Tak satupun melirik, hanya mata-mata yang sibuk dengan alat komunikasi di tangannya yang melintas tanpa sapa

Beberapa orang petugas berseragam datang tiba-tiba
Mereka mendekatiku
Lega, akhirnya yang kujajakan laku jua
Tapi mobil roda duaku ditarik paksa
Diangkut ke mobil mereka tanpa kata-kata
Itu milikku, kenapa diambil?

Aku ditinggalkan , mobil roda duaku tak dikembalikan
Aku dibiarkan tanpa penjelasan, 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline