Lihat ke Halaman Asli

Belum, Namun Akan Berhasil

Diperbarui: 7 April 2024   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia memandang langit-langit kamarnya dengan penuh pertanyaan, kekecewaan, serta kehampaan. Sedari tadi, pertanyaan 'mengapa?' kerap berputar di kepalanya. Dadanya sesak, matanya basah, dan tubuhnya seolah dihancurkan oleh kabar yang baru datang.

Menurutnya, dia sudah berusaha keras.

Dia belajar, dia berdoa, dia kerap membantu kawan-kawannya. Lalu dimanakah letak salah-nya? Kurang dalam-kah segala ilmu yang ia resapi tiap malam? Kurang tinggi-kah semua doa yang ia panjatkan?

Apa yang menjadi penyebab kehancurannya?

Ia selalu menundukkan kepalanya. Selalu menuangkan segala cerita dalam sujud-nya. Selalu mengadahkan tangannya berusaha menampung doa. Selalu menikmati hujan, yag merupakan curahan dari rahmat Sang Maha Kuasa.

Lalu mengapa, Ya Allah?

Tepat setelah itu dia sadar, dia masih jauh dari kata berusaha. Dia masih jauh dari kata rendah hati. Dia masih jauh dari kata berserah diri. Dia masih teramat jauh dari segala kata kata yang menggambarkan kesetiaan seseorang pada agamanya.

Ya Allah, maafkanlah hambamu.

Maafkanlah segala sombong yang kadang terbesit dalam hatinya. Maafkanlah segala sakit hati yang pernah ia ciptakan sebelumnya. Maafkanlah segala dosanya. Baik yang sengaja, maupun tidak sengaja.

"Sesungguhnya berserta kesulitan ada kemudahan."

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline