Lihat ke Halaman Asli

Apakah yang Disebut dengan Konflik Org Advokat?

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UNTUK DIKETAHUI PUBLIK: TIDAK ADA YANG DISEBUT KONFLIK ORGANISASI ADVOKAT!!!

"Konflik Pribadi dikemas dan didaur ulang menjadi Konflik Organisasi Advokat"

Kelompok Advokat yang mendukung RUU Advokat adalah sekelompok kecil Advokat-Advokat Senior yang berjiwa kerdil dan tidak mampu bersikap sportif. Kekalahan di Pemilihan Ketua Organisasi Advokat yang melahirkan PERADI menjadi dendam kesumat dan dibawa-bawa sampai menjadi persoalan organisasi. Kondisi ini terlihat nyata, yang tadinya kalah di pemilihan ketua umum organisasi advokat lalu menjadi dendam pribadi, dan agar diikuti oleh "follower" lainnya maka konflik pribadi/dendan kesumat itu dikemas menjadi konflik organisasi advokat. Konflik organisasi advokat itu telah melahirkan/menciptakan 17 (tujuh belas) kali Permohonan judicial review atas UU Advokat No.18/2003 yang disusun oleh Prof. Adnan Buyung Nasution, (dan saat ini beliau menjadi salah satu tokoh pendukung RUU Advokat yang baru itu), namun berkali-kali permohonan mereka kalah lagi, bahkan sebaliknya bahwa salah satu Putusan MK 014/2006 telah mengukuhkan PERADI sebagai lembaga yang menjalankan sebagian kewenangan negara, namun bebas dan mandiri. Sekali lagi, dendam kesumat dan perilaku yang tidak sportif ditunjukkan kembali dalam kemasan yang berbeda. Sebelumnya dikemas sebagai konflik organisasi advokat dengan kemasan permohonan judicial review (hukum), walaupun sudah dimohonkan berkali-kali dengan judul yang berbeda, ternyata tetap saja argumentasi mereka kalah karena memang konfliknya bukanlah konflik organisasi melainkan konflik pribadi yang menjadi dendam kesumat. Setelah konflik pribadi itu yang dikemas seolah-olah menjadi konflik organisasi, konflik itu pun diselesaikan oleh PERADI dengan jiwa besar, yakni menandatangani Perjanjian Perdamaian dihadapan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, namun Kelompok ini tetap saja tidak mau mengakui perdamaian itu bahkan Presiden KAI, Indra Sahnun Lubis dinilai telah mengkhianati "mereka", dan konflik-pun terus dipelihara agar bila ada kesempatanm maka kelompok ini akan ikutan menunggangi seaseorang yang bersedia membiayai "perang" mereka kepada Ketua Umum PERADI. Kebetulan ada salah seorang Advokat yang dekat dengan komunitas politisi di Senayan, yang sedang galau karena lisensinya dicabut. Untuk menghidupkan kembali lisensinya tentunya melalui perubahan UU Advokat, misalnya dengan penghapusan tenggang waktu mengajukan upaya banding. Namun kelompok Advokat Senior Yang Berjiwa Kerdil" ini langsung menunggangi rencana penyusunan RUU ADVOKAT, dan tanpa disertai NASKAH AKADEMIK yang sahih, "mereka" merombak tatanan kehidupan berorganisasi Advokat yang sudah dirancang selama bertahun-tahun. Pertempuran ini menandai dimulainya babak baru konflik organisasi advokat yang sebelumnya masih di tataran perselisihan hukum namun sekarang ini menjadi pertempuran yang tidak setara. Saat ini yang terjadi adalah pertempuran antara intelektual dengan kelompok politisi Senayan. Dahulu mereka (Advokat-Advokat Senior) sepakat untuk memiliki Organisasi Advokat yang SINGLE BAR, dan mempelopori Ujian Profesi Advokat yang BEBAS KKN untuk maningkatkan pamor Advokat di tengah-tengah masyarakat. Namun sekarang mereka berkhianat dan menjadikan Pimpinan PERADI saat ini berjuang sendirian melaksanakan program pendidikan dan ujian profesi advokat yang BEBAS KKN. MENUNTUT KETELADANAN DALAM BERORGANISASI DARI SENIOR Kami, sebagai Advokat Muda menolak perilaku kampungan tersebut dan setelah membaca dan mempelajari RUU Advokat yang baru, maka kami menyerukan PENOLAKAN RUU ADVOKAT-2014 yang telah menghancurkan independensi advokat. Kami, sebagai Advokat Muda, memohon kebijaksanaan dan keteladanan dari Advokat Senior, agar bisa lebih bijaksana dalam menyikapi persoalan organisasi. Kekecewaan anda sebagai Advokat Senior janganlah dibawa-bawa sampai ke masalah organisasi. Kalau tidak suka dengan pribadinya, janganlah menjadi tidak suka dengan PERADI yang telah terbukti sah pendiriannya dan tidak melakukan pelanggaran hukum. Silahkan saja diselesaikan secara adat secara ksatria atau sederhananya silahkan saja ditunggu hingga masa jabatannya berakhir. KEKUASAAN CENDERUNG UNTUK BERKUASA MUTLAK!!! Memang benar teori-teori kekuasaan itu, bahwa kekuasaan itu cenderung untuk memperluas/memperbesar kekuasaannya agar berkuasa penuh (absolut). DPR kita yang dahulunya memiliki kekuasaan yang kecil sekali hingga dapat dibubarkan oleh Presiden, namun sejak Orde Baru telah lebih berkuasa namun masih bisa di-veto oleh Presiden, namun saat ini lebih berkuasa lagi bahkan bisa melampaui kekuasaan lembaga eksekutif dan yudikatif, karena suatu RUU usulan DPR bila tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu tertentu, RUU tersebut akan menjadi UU, dan Presiden tidak lagi memiliki Hak Veto. Kekuasaan DPR saat ini terus diperluas dan diperbesar, sehingga UU MPR-DPR-DPRD-DPD telah berhasil diundangkan, dengan mencuri hak eksklusif dari partai yang menang secara mayoritas di Pemilihan Umum yang lalu. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ATAU KAH DEWAN PERAMPOK RAKYAT? Lebih jauh lagi, DPR yang sudah akan habis masa kekuasaannya, masih terus berusaha untuk merampas HAK PILIH/DIPILIH setiap warga negara dengan cara merubah Cara Pemilihan Kepala Daerah. Ditegaskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dilakukan oleh Anggota DPRD dan tidak lagi dipilih oleh rakyat. Perubahan Cara Pemilihan tersebut didasarkan kepada besarnya biaya PILKADA. Kalau dipilih oleh DPRD biayanya menjadi tidak mahal. Namun persoalannya bukan pada biaya, melainkan esensi dan pemikiran yang melatar-belakangi PILKADA langsung, yakni meneguhkan kembali partisipasi rakyat dan hanya mereka yang dikenal rakyatlah yang boleh memimpin. Tentunya biaya akan jauh lebih hemat menyuap Anggota DPR yang hanya beranggotakan 100-200 orang bila dibandingkan menyuap masyarakat yang jumlahnya bisa 1 juta jiwa sampai dengan 15 juta jiwa. Selain ingin merampas hak warga negara, DPR juga ingin merampas hak setiap advokat di Indonesia. Advokat Indonesia tidak akan lagi memilih orang-orang yang akan duduk di lembaga yang mengkoordinir Advokat Indonesia (di RUU diusulkan bernama DEWAN ADVOKAT NASIONAL), melainkan Pemerintah dan DPR. Astagfirullah!!! Mereka sudah bukan lagi Pemimpin Bangsa, melainkan PERAMPOK HAK-HAK WARGA yang dilindungi oleh Konstitusi kita. [caption id="" align="alignright" width="973" caption="PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA"][/caption] MARI KITA LAWAN ANGGOTA DPR YANG BERWAJAH TAMPAN NAMUN BERHATI IBLIS! PEMBERDAYAAN LEGISLASI TELAH DICIPTAKAN SEBAGAI ALAT PEMERAS INSTANSI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline