Lihat ke Halaman Asli

Tobias TobiRuron

Hidup adalah perjuangan. Apapun itu tabah dan setia adalah obatnya.. setia

Air Mata Mengalir di Iuran Sekolah

Diperbarui: 6 Januari 2023   10:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ket. Foto. Dokpri

Gantungkan cita-cita setinggi langit. Kalauppun ia jatuh, ia jatuh diantara bintang-bintang. Pepatah usang yang saat ini masih hidup sebagai motivasi untuk tetap belajar.

Sekolah adalah masa depan. Sekolah adalah harapan. Sekolah adalah cita-cita. Sekolah adalah dambaan setiap anak-anak bangsa. Irama waktu terus mengalir dalam setiap episode.

Bapak dan Mama dengan segala keterbatasan berusaha untuk menyekolahkan saya bersama kedua adik saya, Belia dan Ota. Sebagai anak kami berusaha untuk membantu orang tua baik di rumah maupun mengikuti semua yang ditugaskan oleh Bapa dan Mama.

Setiap pagi mama selalu bangun lebih awal untuk menyiapkan segala sesuatu untuk kami ke sekolah. Sebelum ke sekolah saya bersama dengan kedua adik saya mengerjakan pekerjaan di rumah seperti menyapu halaman, mencuci piring dan lainnya.

Malam harinya Bapak dan mama selalu memberikan pemahaman dan memotivasi kami anak-anaknya untuk tetap sekolah. Sekolah adalah harga mati. Walaupun kita tidak ada uang juga kamu bertiga harus tetap sekolah. Urusan uang itu kami orang tua, kata Bapa.

Bapak amat marah apabila diantara kami bertiga tidak sekolah. Pastinya marah sejadinya bahkan tak segan-segan dirotani. Bapak memang uang tidak ada namun Bapak akan tetap berusaha. Bapak tidak mau kamu juga bodoh seperti Bapak. Jadi harus sekolah, Ujar Bapak.

Melihat situasi dan kondisi dalam keluarga, Bapak dan mama teap berusaha.tak peduli siang maupun malam menjemput mereka baik di kebun dan di jalanan. Segala rupiah yang masuk mereka berdua begitu hemat untuk memenuhi kebutuhan dalam keluarga dan sebagian lagi disisihkan untuk keuangan sekolah kami bertiga.

Dilihat dari angkah uang sekolah bila dibandingkan saat ini dan kemarin boleh dikatakan amat murah. Namun sangat sulit diperoleh saat itu. Terkadang saya bersama ke dua adik saya harus pulang/diusir oleh guru karena belum menyetor uang sekolah. Dan pastinya kami harus pulang ke rumah untuk meminta uang di orang tua. Untuk meminta uang sekolah tersebut, saya bersama dengan ke dua adik saya selalu memintanya di mama. Karena kami paham bahwa mama akan mengerti. Kami selalu menghindar untuk meminta uang di Bapak karena Bapak begitu keras. Kami takut ia marah.

Disaat meminta uang sekolah tersebut terkadang saya bersama ke dua adik saya menangis. Menangis karena uang tidak ada bahkan saya dan adik adik tidak masuk sekolah karena malu dengan teman-teman. Namun pelan namun pasti Bapak dan Mama membayar uang sekolah kami. Bapak dan mama sering menyampaikan bahwa hidup itu harus sabar dan jangan sombong.

(Tobias Ruron)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline