Lihat ke Halaman Asli

Wacana Ganti Kurikulum oleh Menteri Pendidikan Baru

Diperbarui: 8 November 2024   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pendidikan. Keberadaan kurikulum dapat mengompasi arah pembelajaran di semua level pendidikan.  Sebegitu pentingnya kurikulum, maka setiap institusi pendidikan perlu merancangnya dengan baik agar dapat diaplikasikan sesuai kebutuhan dan konteks.

  Dalam konteks yang ideal ini, kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan dari  suatu lembaga pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.  Karena itu, kurikulum bukan dokumen mati dan statis, melainkan pasti akan selalu berubah seiring dengan perkembangan dan tuntutan global.  Apakah itu yang sedang terjadi di Indonesia saat ini?

Baru-baru ini, Presiden RI Bapak Prabowo telah mengumumkan susunan kabinetnya dengan sebutan "Kualisi Indonesia Maju" (KIM). Dan kementerian pendidikan Dasar dan Menengah dipimpin oleh wajah baru, yaitu  Bpk Abdul Mu'ti.  Beberapa pekan usai pelantikan, pak menteri ini mewacanakan perubahan kurikulum merdeka dengan kurikulum baru.  

Nama kurikulum baru itu "deep learning" yang  mencakup dimensi "bermakna (meaningful), menyenangkan (joyful), dan kepekaan (mindful). Karena itu, nama lainya menjadi kurikulum "ful-ful".  Perubahan ini, menurut pak Menteri, berdasarkan hasil evaluasi terhadap penerapan "kurmer", yang dinilai sangat kompleks dan membebani para guru. terlepas dari itu, mungkin pak Menteri ingin mengakselerasi kemajuan lebih cepat di tingkat pendidikan dasar dan menengah agar selaras dengan nama dan arah kabinet KIM.

Sejarah kurikulum di Indonesia sangat panjang dan sudah banyak model yang diterapkan, antara lain kurikulum CBSA, KTSP, KBK, k13, dan kurikulum Merdeka. Namun, implementasinya hanya dalam durasi waktu yang sangat singkat. Seperti "Kurmer" sekarang belum lama, tetapi akan diganti dengan yang baru. Belum tahu dampaknya, keburu diubah dengan kurikulum yang baru. 

Gonta-ganti kurikulum di setiap pergantian menteri pendidikan tentu bukan terjadi kali ini saja! Di setiap pemerintahan baru, muncul produk kurikulum baru yang tidak jelas asal-muasal dan arahnya. Akibatnya, kurikulum baru selalu terancam gagal karena tidak ada konsistensi dan kesinambungan dalam implementasinya. Kurikulum merdeka sedang dijalankan dan belum tahu dampaknya, tapi akan digantikan dengan kurikulum "ful-ful".  

Perubahan kurikulum yang sering muncul memperkuat pameo "ganti menteri, ganti kurikulum".  Secara implisit, pergantian kurikulum terkesan kuat merepresentasi kekuasaan, bukan kebutuhan.  Dalam hal in jelas bahwa intervensi kepentingan politik sangat berpengaruh. Makna lainnya, menteri baru selalu datang dengan "branding baru" supaya dianggap ada kerja atau program.  

Meskipun Pada tataran praksis, kurikulum baru itu tidak feasible.  Idealnya, perubahan kurikulum didasari oleh kebutuhan yang dipengaruhi oleh perkembangan dan tuntutan global dalam bidang ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi, dan sains. Dan tidak kalah pentingnya, peruahan kurikulum juga didorong oleh kebutuh masyarakat, pasar kerja, dan isu "sustainability". Bagaimana dengan perubahan yang akan terjadi saat ini? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline