Lihat ke Halaman Asli

Tobari

Dosen

Aksi Dosen ASN 3 Februari 2025: Tuntutan Hak yang Seharusnya Sudah Diterima

Diperbarui: 2 Februari 2025   17:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dosen ASN saat menyampaikan tuntutannya di halaman kantor LLDIKTI Wilayah 5 DIY, Rabu (22/1/2025) (KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO)

Saat ini para dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) pejuang tunjangan kinerja (Tukin) dari berbagai daerah di Indonesia telah bergerak menuju ibu kota untuk menggelar aksi demonstrasi nasional 3 Februari 2025 di depan Istana Presiden.

Aksi ini merupakan puncak dari perjuangan panjang para dosen dalam menuntut pembayaran Tukin yang telah tertunda sejak tahun 2020.

Para dosen berharap pemerintah dapat mendengar jeritan hati para dosen dan segera mengambil kebijakan untuk memenuhi hak-haknya yang selama ini terabaikan.

Dalam perjalanan menuju aksi ini, berbagai kisah haru dan perjuangan hidup para dosen terungkap.

Salah satunya adalah kisah Elia Radianto, seorang dosen Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah XII yang dipekerjakan (DPK) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Indonesia Maluku (FEB UKIM) di Ambon.

Dalam grup WhatsApp "Aliansi Dosen ASN LLDIKTI Indonesia" yang beranggotakan 665 orang, Elia Radianto yang tertera namanya Ely dalam grup WA tersebut dengan penuh haru menyampaikan kisahnya yang mencerminkan betapa sulitnya kondisi ekonomi yang dihadapi oleh para dosen ASN yang mengharapkan cairnya Tukin ini yang sebenarnya sangat diharapkan oleh semua dosen yang belum mendapatkan hak tukinnya.

Dalam WA grup tersebut pak Ely menyampaikan keluh kesahnya seperti berikut: "Selamat siang Bapak/Ibu sekalian. Dengan sangat terharu bercampur stres, saya terpaksa menyampaikan isi hati saya di grup ini tanpa rasa malu. Saya mendukung semua aksi yang dilakukan oleh Bapak/Ibu sekalian, tetapi saya tidak bisa berpartisipasi baik ke Jakarta maupun dalam memberikan donasi, walaupun hanya Rp 100.000,-. Rekening BRI saya telah dipotong habis, tersisa Rp 25.000,- karena dana tersebut telah diblokir untuk potongan angsuran cicilan rumah," tuturnya dengan penuh kesedihan.

Permasalahan yang dihadapi Elia Radianto semakin berat ketika pihak bank mengancam akan melelang rumahnya. Pada tanggal 29 Januari 2025, ia mendapat pemberitahuan dari bagian Kredit BRI bahwa jika ia tidak segera melunasi tunggakan cicilan rumahnya, maka rumah yang ia tempati akan dilelang. Ia hanya diberikan waktu hingga 30 Januari 2025 untuk menyelesaikan tunggakannya. Dalam kondisi terdesak, ia berusaha menghubungi pimpinan BRI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memohon kebijakan agar rumahnya tidak dilelang.

Beruntung, usahanya mendapatkan tanggapan. Pihak BRI memberikan kesempatan hingga Februari 2025 dengan syarat ia harus menyetor Rp 1,4 juta agar tidak masuk dalam kategori Non-Performing Loan (NPL). Namun, dengan kondisi keuangan yang telah tergerus habis oleh pemotongan gaji, ULP, dan tunjangan sertifikasi dosen (Serdos), ia harus mencari dana tambahan dengan berbagai cara.

"Saya terpaksa mentransfer sisa uang dari pendapatan tambahan di PTS tempat saya mengabdi. Saat ini posisi saya sangat terjepit. Upaya untuk meminta bantuan pinjaman di kampus maupun rekan-rekan tidak mendapatkan hasil. Bulan ini pun gaji, ULP, dan Serdos saya akan kembali dipotong oleh BRI," ujarnya dengan suara penuh kepedihan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline