Lihat ke Halaman Asli

Pemilik Mobil Harus Bertanggungjawab Terhadap Mobilnya

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Telah terjadi diskusi dengan sekelompok teman di dunia maya. Wacananya seperti ini: pemilik mobil harus bertanggung jawab terhadap mobilnya. Kalau mobil ngebut, yang ditilang yang punya mobil. Kalau mobil melanggar lampu merah, yang ditilang yang punya mobil. Kalau mobil masuk jalur busway, yang ditilang yang punya mobil.

Tilangnya bagaimana? Gampang, bikin aja kamera di tempat strategis, potret pelanggaran yang terjadi dan langsung kirim sms ke pemilik mobil.

Sudah jelas banyak yang protes. Indonesia gitu lho…., mana mungkin? Khan banyak orang yang sudah menjual mobilnya tetapi BPKB/STNK masih atas namanya. Seharusnya khan yang bersalah pengemudinya, kenapa pemilik mobilnya harus ikut tanggung jawab?

Nah, di sinilah regulasi harus diubah. Kalau sudah dibuat aturan hukum bahwa pemilik mobil harus tanggung jawab jika terjadi pelanggaran, maka pemilik mobil pasti tidak mau kalau mobilnya sekedar dibeli, tanpa sang pembeli mengganti nama pemilik (istilah populernya balik nama). Harus dibuat aturan agar sang penjual menjadi proaktif untuk membatalkan kepemilikan mobil sehingga dia juga bisa lepas tanggung jawab kalau ada pelanggaran atau tindakan kriminal yang melibatkan mobil tsb.

--oo0oo—

Hal ini sebenarnya sudah diterapkan di negara-negara Arab. Di Saudi misalnya, proses transaksi jual-beli mobil bekas harus diselesaikan di agent khusus yang berlisensi dari polisi lalu lintas. Jadi Anda tidak bisa sekedar jual-beli mobil seperti beli barang di toko. Sekedar bayar lalu mobil dan surat-surat dibawa pergi. Penjual dan pembeli harus datang ke kantor agent untuk menyelesaikan proses balik nama. Tanpa proses tsb, mobil akan menjadi tanggung jawab si pemilik lama.

Mungkin hal ini juga dipicu karena banyaknya warga pendatang di Saudi. Jika seorang warga pendatang akan final-exit, salah satu syaratnya adalah tidak punya utang. Dan mobil dianggap sebagai “utang” yang harus dikembalikan ke negara. Bukan berarti pendatang tidak boleh punya mobil. Tetapi ketika final-exit, dia harus menjelaskan status mobil yang pernah dibelinya. Kalau dijual, dijual kepada siapa? Kalau hilang/dicuri atau hancur karena kecelakaan, mana surat polisinya? Hal ini untuk menghindari ada mobil yang disalahgunakan untuk tindak criminal.

Hal ini pernah terjadi dengan seorang kawan yang bekerja sebagai mekanik di salah satu perusahaan automotif. Kawan tsb bekerja sebagai instruktur di lab sebagai bagian dari dept training untuk mendidik para mekanik muda. Rupanya pada suatu saat, lab tsb membutuhkan mobil untuk praktikum. Entah bagaimana, kawan saya bisa bertindak sebagai broker dan membeli sebuah mobil bekas dari pasar. Sesaat setelah dibeli, mobil tsb dipreteli karena memang digunakan untuk praktikum. Pada saat membeli, mobil tsb dibalik nama menjadi namanya. Namun saat digunakan di lab, kawan tsb hanya menerima uang pengganti saja, tetapi tidak melakukan proses balik nama menjadi milik lab (perusahaan). Akibatnya saat akan final-exit, dia tidak diijinkan pihak imigrasi karena dalam database polisi masih mempunyai mobil. Rencana dia untuk resign harus tertunda urusan hal tsb berbulan-bulan.

--oo0oo—

Kembali ke laptop. Bagaimana jika aturan pemilik mobil bertanggungjawab terhadap mobilnya diterapkan di Indonesia?

Kita lihat saja situasi lapangan di Indonesia. Kebanyakan orang memandang mobil sebagai asset sangat likuid sehingga ketika butuh uang dia bisa melepas mobilnya dengan cepat. Oleh karena itu, sang pemilik tidak pernah memaksa sang pembeli untuk segera balik nama. Biasanya situasi ini dimanfaatkan oleh para pedagang untuk menjual kembali mobil tsb. Sang penjual senang karena dapat cash cepat. Sang pedagang senang karena tidak perlu bayar pajak. Yang dirugikan sebenarnya adalah end-user yang kerepotan ketika akan memperbaharui surat-surat kendaraannya karena polisi meminta KTP yang sesuai dengan yang tertera di BPKB.

Padahal kalau ada regulasi yang memaksa agar cepat balik nama, maka sebenarnya banyak pihak yang diuntungkan:

1.Dari sisi penjual

a.Penjual bisa terhindar dari pajak progressif. Misalkan dia sudah melepas mobilnya (yang mungkin satu-satunya), maka dia bisa beli mobil lain tanpa terkena pajak progresif.

b.Penjual akan terlepas dari pelanggaran jika suatu saat mobil tsb melanggar. Seperti telah diungkapkan di atas, misalkan mobil ngebut, masuk jalur busway, menerobos lampu merah/perboden, dsb.

c.Tidak hanya pelanggaran lalulintas, penjual juga terlepas dari tanggungjawab jika mobil tersebut digunakan untuk tindak criminal. Misalkan mobil tsb dipakai untuk merampok, atau kegiatan teroris.

2.Dari sisi pembeli

a.Pembeli bisa terhindar dari membeli mobil curian.

3.Dari sisi pemerintah

a.Pemerintah bisa menerapkan aturan tilang lewat foto. Sehingga mengurangi transaksi tilang di tempat yang rawan korupsi (transaksi damai).

b.Pemerintah bisa menerapkan aturan ERP (electronic road pricing) untuk mengurangi kepadatan di jalan tertentu.

c.Pemerintah bisa menerapkan aturan nomer mobil ganjil-genap untuk mengurangi kepadatan di jalan tertentu.

d.Pada prinsipnya, pemerintah tidak peduli dengan siapa pengemudi yang melanggar, tetapi pemilik mobil lah yang wajib membayar dendanya.

e.Pencegahan tindak criminal jual-beli mobil curian.

Walaupun sepertinya banyak keuntungan, tapi pasti bakal ada yang merasa dirugikan, contohnya:

1.Para trader mobil akan berkurang profitnya. Wajar, karena ketika dia membeli mobil dia wajib balik nama dulu. Kalau dia tidak mau balik nama, si penjual tidak mau bertransaksi. Namun toh dia pasti bisa menggantinya dengan menaikkan harga jual ke end-user.

2.Dengan menambah prosedur untuk diselesaikan lewat agent, maka membuka satu kemungkinan pungli baru. Birokrasi tambah 1 meja, kemungkinan tambah pungli. Tapi kalau lihat manfaat yang lumayan banyak, kenapa takut? Masalah pungli khan masalah system pengawasan.

3.Yang punya mobil susah berbisnis rental lepas kunci kepada orang lain. Salah-salah dia kena denda tilang teruss….

Yaaa gitu deh…, sekedar berbagi opini. Silakan kalau ada yang mau menambahi….




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline