Lihat ke Halaman Asli

Mbah Kaum pun Menyerah kepada Smartphone

Diperbarui: 20 Januari 2016   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada satu sore sepulang kerja, saya dikasih tahu istri saya kalo nanti sehabis maghrib diundang ngaji surat yasin sama tahlil (kalau di kampung saya namanya yasinan) di rumah tetangga masih satu RT, peringatan 40 hari meninggal orangtuanya. Langsung setelah mandi saya bersiap untuk berangkat yasinan, tentu saja selepas sholat maghrib, saya menunda makan malam karena biasanya acara yasinan si empunya rumah juga menyiapkan hidangan makan untuk para undangan. Ketika waktunya tiba saya pun berangkat, baru beberapa langkah di depan rumah saya baru ingat kalau saya belum membawa buku yasin akhirnya saya balik lagi masuk rumah. Ya buku yasin, sesosok buku kecil yang memuat surat yasin dan kumpulan doa serta tahlil. Sampai di dalam rumah ternyata saya tidak menemukan buku yasin yang biasanya saya pakai yasinan di tempat biasa. Saya tanya istri saya juga nggak merasa mindah-mindah barang saya, setelah bongkar-bongkar dirak maupun tumpukan buku ternyata buku yasin nggak ketemu, saya pun nyerah..mungkin dimainin anak saya yang baru umur 4 tahun. Akhirnya saya berangkat yasinan tanpa membawa buku yasin. Mau bawa Al Quran, agak males kurang praktis soalnya. Saya pikir nanti bisa nebeng teman samping, pasti bawa buku yasin.

Sampai ditempat yang punya hajat semua tetangga yang diundang sudah datang, biasanya lingkupnya satu RT dan sebagian orang-orang yang dianggap tokoh masyarakat maupun agama. Saya pun mengambil tempat dan duduk bersila sebagaimana tamu undangan yang lain. Dan acara pun dimulai. Pak Kyai atau kalau di kampung saya disebut Mbah Kaum sebagai pemimpin baca surat yasin serta tahlil sudah memberikan aba-aba, semua yang hadir mengeluarkan buku yasin kecil dari saku masing-masing. Saya yang memang dari rumah nggak bawa terpaksa celingukan berharap teman duduk smping kanan atau kiri juga mengeluarkan buku yasin sehingga saya bisa ikut nebeng bacanya. Tapi sial memang… ternyata teman duduk samping kanan saya juga nggak bawa buku yasin, dia malah mengeluarkan smartphone dengan layar 4”, dan utak-atik sebentar dia telah membuka aplikasi Al Quran. Wah kalau disuruh ikutan baca surat yasin di smartphonenya ya mumet saya..lha wong tulisan arabnya kecil-kecil sudah gitu teman saya bacanya layaknya lagi main gadget..saya hanya geleng-geleng kepala. Untunglah, Alhamdulillah teman duduk kiri saya bawa buku yasin yang agak besar dan hurufnya tebal-tebal, saya masih bisa nebeng kepadanya.

Biasanya acara yasinan di kampung-kampung adalah tradisi yang masih hidup di kalangan masyarakat muslim, di Jawa terutama, untuk meperingati 7 hari, 40 hari, 100 hari sampai 1000 hari meninggalnya keluarga. Inti acara tersebut adalah untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal, dan menghadiahkan pahala dari bacaan surat yasin dan tahlil tersebut kepada yang sudah meninggal. Kalau ditanya dalilnya setahu saya dari hadist nabi yang mengatakan bahwa amalan yang tidak akan putus pahalanya walau sudah meninggal salah satunya adalah doa dari anak yang sholeh untuk orang tua nya (mohon dikoreksi). Dari hadist ini kemudian keluarga berusaha mendoakan yang sudah meninggal terutama orang tuanya dengan cara-cara yang terbaik, termasuk mengundang tetangga, pak kyai, ustadz atau bahkan ngundang santri-santri pondok sekitar untuk ikut mendoakan dan membaca surat yasin serta tahlil, demi memberikan doa yang terbaik untuk yang meninggal. Terlepas kemudian timbul tafsir macam-macem seperti bid’ah dan sebagainya tentu saya tidak dalam kapasitas membahas itu. Lha wong bukan ahlinya.

Hanya saja sepulang yasinan saya jadi kepikiran dengan kelakuan teman saya tadi yang ngaji yasin dengan smartphonenya, nggak ada yang salah sih sebenarnya, mengaji dengan aplikasi Al Quran di smartphone dan merupakan hal yang lumrah dijaman sekarang , apalagi download gratis. Hanya saja pikiran liar saya kok jauh ya..mengingat sekarang kalau download aplikasi AlQuran begitu mudah dan murah bahkan juga dilengkapi audio atau suara bacaanya dari setiap ayat yang dibuka atau disentuh.

Bayangan saya begini, suatu ketika ada keluarga tetangga yang meninggal, maka biasanya keluarga yang ditinggal mengadakan acara tahlil serta baca surat yasin selama tujuh malam dengan mengundang seluruh tetangga. Nha pas hari pertama semua masih semangat, dan ada satu yang membaca surat yasin pakai smartphone. Pada hari kedua karena kondisi badan kecapekan kerja seharian, teman yang ngaji pakai smartphone itu ngantuk sehingga kurang konsentrasi bacaanya, namun karena nggak enak dengan teman sebelah yang semangat baca surat yasinnya akhirnya ia menghidupkan fitur audio di aplikasi Al Quran nya, sambil nunjuk ayat sesuai urutan yang dipimpin pak kyai atau mbah kaum maka jadilah walau sambil ngantuk ia tetap “membaca” surat yasin lewat smartphonenya sesuai urutan pak kyai. Karena melihat temannya ngaji pake smartphone kok praktis, maka teman yang disamping pemakai smartphone yang pertama pada hari ketiga melakukan hal yang sama, dan lama-lama hal tersebut menular pada sebagian besar jamaah ngaji yasinan dan tahlil sampai hari ketujuh.

Maka di hari ketujuh jadilah Pak Kyai atau mBah Kaum ternyata bukan lagi memimpin jamaah yang membaca surat yasin dan tahlil tetapi memimpin jamaah yang mengoperasikan gadget untuk aplikasi surat yasin dan tahlil, dan yang hasilnya pun sama yaitu suara bacaan surat yasin dan tahlil, bahkan yang belakang ini malah suaranya lebih merdu, bacaanya lebih indah dan tentu saja lafalnya juga lebih fasih karena biasanya audio yang menyertai aplikasi Al Quran adalah rekaman suara dari qori terbaik dunia, atau bahkan ulama dari Mekah sana, dibanding jika seluruh jamaah membaca langsung surat yasin dan tahlil, ada yang merdu ada yang parau ada yang lancar ada yang terbata-bata tentu saja. Ah, mungkin nggak ya terjadi seperti itu, bagaimana pendapat Pak Kyai atau mBah Kaum nantinya? Atau kalau memang boleh mungkin nantinya Pak Kyai atau mBah Kaum akan membuka jamaah yang dipimpinnya seperti ini: Setelah salam dan seterusnya..”Saudara-saudara untuk memenuhi permintaan pak Anu agar dibantu mendoakan Almarhum Fulan kita mulai acara malam mini dengan membuka aplikasi buku yasin kumpulan doa dan tahlil versi 0.5 dan…..” kemudian semua menjalankan aplikasi buku yasin setelah itu diaktifkan fitur audionya semua urutan dari doa, surat-surat pendek, surat yasin dan terakhir tahlil sampai selesai. Para jamaah hanya tinggal memainkan jarinya sesuai ritme yang dilakukan Pak Kyai atau mBah Kaum. Dan acara ditutup dengan doa penutup langsung yang dipimpin Pak Kyai atau mBah Kaum serta di aminkan para jamaah. Tinggal acara pamungkas, yaitu makan-makan kenduri atau nasi kotak sebagai rasa terimakasih sang empunya hajat. Pembacaan surat yasin dan tahlil berlangsung secara kompak, merdu, indah serta fasih tentunya.

Atau suatu saat nanti buku yasin versi cetak sudah tidak diperlukan lagi. Sudah jadi kebiasaan bahwa pihak keluarga yang meninggal, untuk memperingati entah itu 40 hari, 100 hari atau 1000 hari diantara salah satunya akan mencetak buku yasin dengan cover nama dan foto si meninggal, yang maknanya diharapkan nama si meninggal akan selalu disebut ketika buku yasin tersebut dibaca, sehingga pahala kebaikan dari membaca buku yasin akan terus mengalir untuk si meninggal. Ya, buku yasin atas nama yang meninggal sudah tidak diperlukan nantinya, karena sudah diganti aplikasi buku yasin, kumpulan doa dan tahlil dengan atas nama si meninggal.

Sekenarionya begini, ketika nanti seluruh warga RT sudah terhubung aplikasi media social seperti WA, BBM dan sejenisnya lewat gadget masing-masing, nomor HP dan semua akun media social serta email sudah saling berbagi, maka ketika salah satu warga akan mengadakan hajatan tahlil dan baca yasin tinggal mengirimkan undangan keseluruh warga lewat media social atau email tersebut dengan dilampirkan aplikasi buku yasin untuk diinstal digadget masing-masing warga yang akan menghadiri acara yasinan nantinya.

Tentu saja aplikasi yang dikirimkan adalah aplikasi buku yasin yang sudah dipesan dari pengembang aplikasi dan disesuaikan atau diatas namakan si meninggal, misalnya ketika dibuka akan muncul foto-foto kenangan si meninggal atau bahkan video semasa hidupnya, sehingga seluruh warga akan selalu terkenang dan mendoakan si meninggal ketika mengaktifkan atau membuka aplikasi tersebut. Kemudian isi dari buku yasin urutanya bisa disesuaikan dengan permintaan keluarga, bahkan nanti doa pembuka dari Pak Kyai atau mBah Kaum sudah tidak diperlukan lagi, lha didalam aplikasi sudah ada rekaman doa bahkan video doanya Pak Kyai atau mBah Kaum.

Nantinya para tetangga yang hadir ketika berkumpul tinggal membuka aplikasi dan….taraaaaa!!!….ada suara dan videonya Pak kyai atau mBah Kaum yang serasa mempimpin majelis kemudian bersama-sama membuka aplikasi serta mengaktifkan audio doa-doa , surat yasin serta tahlil hingga doa penutup. Dan sekali lagi, acara yasinan peringatan 40 hari meninggalnya Pak Fulan sukses dengan bacaan yang kompak, merdu, indah serta fasih. Oh iya..kehadiran Pak Kyai atau mBah Kaum sudah tak diperlukan lagi karena sudah diwakili oleh rekaman videonya sejalan dengan tak diperlukan lagi buku yasin edisi cetak.

Teman saya bertanya tentang skenario saya itu: “Kira-kira doanya nyampe ndak kalau kayak gitu?” saya jawab, “Yo nggak tahu, doa nyampe apa nggak itu urusan Gusti Allah.” Dan…plak!!! Saya dilempar Pak Kyai pakai sandal.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline