Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Filosofi "Layangan Putus" Dari Sudut Kehidupan Nyata

Diperbarui: 12 Januari 2022   09:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : isostock.com

Hindari Hidup Bagai Mengejar Layangan Putus

Semasa masih kanak kanak, bila liburan sekolah tiba,maka seluruh anak anak di kampung ,asyik bermain layangan. Karena pada masa itu,yakni 7o tahun yang lalu,jangankan Ponsel,telpon rumah saja ,hanya orang kaya raya yang punya. Anak anak semasa itu,sama sekali belum pernah mendengarkan istilah:"main game" ,gawai ,handphone ataupun ponsel. Dan tidak ada yang berani menceritakan tentang sebuah alat yang dapat digunakan untuk komunikasi jarak jauh,karena sudah pasti akan dibawa ke rumah sakit jiwa,karena pada masa itu,untuk berkirim surat antar kota saya butuh waktu dua atau tiga hari. 

Kembali Kejudul

Kalau anak anak perempuan asyik dengan permainan poci atau cilukba ,maupun main masak masakan,maka anak laki laki sibuk main layangan. Bagi yang belum punya layangan,karena orang tua tidak mampu membelikan,maka hanya bertindak sebagai :"tim hore" Satu satunya harapan untuk memiliki layangan adalah menunggu semoga ada layangan yang putus sewaktu diadu ataupun karena benang lapuk. Sudah menjadi hukum tak tertulis dalam masyarakat anak anak pada waktu itu,setiap layangan putus,berarti :"tidak bertuan" dan boleh diperebutkan oleh  siapapun. Pokoknya siapa yang dapat ,maka ia adalah pemiliknya,walaupun yang empunya layangan sesungguhnya orang lain,tapi karena sudah putus,maka hak atas layangan hilang secara serta merta.

Akibat mengejar layangan putus,maka apapun ditabrak oleh anak anak. Bahkan tega menginjak tanaman bunga yang ditanam pemiliknya dengan susah payah. Kayu penyangga jemuran kain juga kalau perlu disambar,demi untuk mendapatkan layangan putus. Tetapi setelah layangan putus sudah menyangkut di kayu yang dibawa,belum berarti bisa memiliki,sebelum berada ditangan.Nah,sebelum layangan selamat tiba ditangan,anak anak lain sudah datang dan bersama sama memperebutkannya.Akibatnya layangan jadi potongan yang berserakan.

Hindari Hidup Semacam Itu

Filosofi hidup bagaikan mengejar layangan putus ,dapat dijadikan pedoman dalam mengarungi samudra kehidupan. Jangan karean terobsesi untuk mendapatkan sesuatu secara gratis,terus menghabiskan seluruh waktu dan tenaga. Ternyata setelah mrmuras energi .yang diperoleh hanyalah barang tak berharga .

  1. Hiduplah sesuai dengan planning yang sudah dirancang secara matang,
  2. Jangan pernah tergoda "mengejar layangan putus"
  3. Tentukan goal kehidupan
  4. Fokus dan konsisten terhadap pilihan hidup sendiri
  5. Kerja keras dan jangan pernah menyerah
  6. Semuanya butuh waktu  dan pengorbanan
  7. Jangan lupa,no pain ,no gain,tidak ada kesuksesan yang cuma cuma
  8. Fokus ,fokus dan fokus 
  9. jangan lupa berdoa
  10. Suatu waktu semua impian akan jadi kenyataan

Hal ini sesuai dengan falsafah:"Dare to dream,believe it,do it and then you'll find them"

Ditulis berdasarkan pengalaman hidup pribadi

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline