Rasanya Bagaikan Hidup Dalam Mimpi Buruk
Pagi pagi telpon berdering, tampil di layar photo phofile wajah sepupu saya Hock dan tanpa ada keraguan sedikitpun langsung saya jawab dengan suara ceria, "Hai apa kabar Hock. Kemarin telpon saya tidak terjawab?"
Tapi yang menjawab bukan suara sepupu saya. Karena itu langsung saya susul dengan pertanyaan, "Maaf ini siapa?"
"Om ini Rinaldi, papa Hock kemarin dipanggil Tuhan." jawab suara di seberang sana,
"Haaah.... 2 hari lalu papa masih ngobrol sama Om hingga jam 10 malam?"
"Benar Om. Kami juga shock... Maafkan kalau ada kesalahan papa ya, Om." Dan sesaat kemudian di WA muncul foto sepupu saya dalam bingkai kareangan bunga dan ucapan, "Kami turut berduka cita sedalam-dalamnya" Saya terdiam dan bilang sama isteri "Hock sudah meninggal kemarin. Yang menelpon anaknya Rinaldi" Isteri saya terpana dan ikut sedih memandang wajah saya yang murung. Ini kejadian minggu lalu.
Lalu menyusul pesan WA dari Pekanbaru,bahwa sahabat baik saya sejak 40 tahun lalu di Padang,telah dipanggil Tuhan di Pekanbaru.Sebelumnya ,kami sempat berbicara via telpon dan berjanji,bila covid sudah berlalu ,kami berdua akan pulang kampug dan akan singgah di Pekanbaru,agar kami dapat bertemu .Tetapi manusia boleh bikin janji. Tuhan menentukan lain
Malam Harinya
Malam harinya ada pesan via WA,
"Pak, maafkan Uda Fandi ya,baru saja dapat kabar, Uda sudah dipangggil Tuhan, sedang tugas di kapal. Eni dan Evi akan segera berangkat ke Ambon.. Doakan kami ya pak." Lagi-lagi saya duduk terhenyak Rasanya tidak percaya akan mata sendiri. Masih dalam suasana hati yang galau,ada pesan masuk dari Bekasi:" Bapak dan ibu,mohon maafkan bila ada kesalahan pak Faisal. Suami saya sudah dipanggil Tuhan pagi ini " Cangkir kopi yang sudah saya pegang,saya letakkan kembali di meja dan saya batal minum kopi. Selera minum kopi saya mendadak sirna
Selang beberapa saat...