Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Terpelajar Tapi Tidak Terdidik, Gambaran Orangtua "Lepas Tangan?"

Diperbarui: 1 Juli 2021   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi : brainquote.com

Hai Kalian Kalian Semua !

Kalau kalimat diatas dikatakan oleh seorang guru terhadap murid muridnya,tentu saja dapat dipahami Masa iya ,serorang guru berkata kepada siswanya :" Saudara saudara yang terhormat?"  Begitu juga bila seorang atasan berbicara pada seluruh karyawannya,juga tidak menjadi masalah. Lebih jauh,Nyonya rumah memarahi Pembantu Rumah Tangga nya ,mengatakan hal yang sama ,juga "No.problem at all " 

Karena walaupun kita malu malu kucing untuk mengakui,bahwa kendati tidak mengakui adanya sistem "kasta" dalam masyarakat kita,tapi fakta fakta dilapangan,menunjukkan dan membuktikan bahwa kasta itu memang nyata ada . Bahwa orang dengan kedudukan yang lebih tinggi,boleh dan sah bila berbicara kepada bawahannya,tanpa menggunakan tatakrama

Kembali Kejudul

Belakangan ini praktik mengkultuskan kecerdasan dan kepintaran,seakan mendapatkan legistimasi secara meluas,bahkan seakan sudah merupakan bagian dari pendidikan bagi kaum milineal . Kalimat :" Hai kalian kalian semua!" sudah tidak lagi mengarah kepada orang yang lebih muda usianya atau dalam strata sosial menjadi bawahan,tetapi agaknya sudah berlaku secara umum. Seakan memang beginilah tatakrama gaya mileneal. Secara sadar ataupun tidak sadar telah terjadi nilai nilai luhur dalam tatakrama telah mengalami degradasi ,bahkan tak berlebihan bila dikatakan hampir terkikis dan tercerabut dari akarnya.

Apakah hal ini merupakan gambaran atau bukti,bahwa para orang tua "sudah lepas tangan" dalam hal pendididkan putera puterinya dalam dunia pendidikan dan menyerahkan sepenuhnya pada pihak sekolah atau universitas ? Kalau memang hal ini benar,maka tak mengherankan generasi mileneal telah menempatkan "intelegensia " sebagai panutan atau target utama dalam hidupnya. Degnan mengenyampingkan bahkan meniadakan ruang bagi tatakrama dan kesantunan

Padahal dalam budaya Jawa juga ada tatakrama dalam berinteraksi terhadap orang lain. Walaupun saya bukan Jawa,tapi saya paham bahwa menggunakan kosa kata "Kowe " hanya digunakan dalam pembicaraan dengan orang seusia . Begitu juga di kampumg halaman saya,sejak kecil kami diajarkan untuk tidak menggunakan kata :"Waang" kepada lawan bicara.kecuali sesama teman main ,tapi bukan terhadap orang yang lebih tua usianya. Tapi kini,agaknya tatakrama sudah tidak lagi menjadi acuan dalam dunia pendidikan,karena terlanjur mengkultuskan IP 

Apakah generasi semacam ini yang kelak akan memimpin negara tercinta yang bernama Indonesia ? Entahlah  Mari kita tanyakan kepada orang yang ahli dibidang ini 

Hanya ciloteh seorang kakek,yang ketinggalan zaman

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline