Sekaligus Mendidik Anak Untuk Hidup Berbagi
Sesungguhnya ,saya kebetulan merupakan salah seorang anak yang kurang beruntung semasa kecil,karena terlahir didalam keluarga miskin. Ayah saya seorang Kusir Bendi ,yang harus membesarkan kami total 11 orang bersaudara . Bukan hal yang mudah kan? Ibu saya adalah wanita ,yang hanya tamatan Madrasah,yang merawat dan mendidik kami dengan kasih dan air mata.
Setiap tahun, yang menerima Angpau hanyalah saya dan adik saya. Berapa nilainya? Satu Benggol ,yakni 2 setengah sen. Tapi hal ini sudah menghadirkan kegembiraan dalam hati saya,karena selama ini tidak pernah pegang uang. Ayah saya tidak hanya memberikan Angpau kepada kami anak anaknya,tapi juga kepada anak tetangga dan sanak keluarga yang datang berkunjung,walaupun hanya sebatas keping recehan. Yang pada waktu itu hanya cukup untuk membeli :"Es gantung" yakni sepotong es yang ditusuk dengan lidi
Dalam kehidupan sehari harian ,jangankan uang jajan,untuk makan sehari hari saja,ibu saya disamping merawat dan membesarkan kami ,juga harus jualan "palai bada" yang mungkin di Jawa dikenal sebagai Pepes ,yang terbuat dari pucuk ubi kayu dan kelapa parut disertai ikan teri dan bumbu cabe dan sebagainya . Karena hidup kami sangat memprihatinkan,maka ibu kami ikhlas setiap hari makan kerak,asal saja kami anak anaknya bisa makan nasi.
Belajar Dari Penderitaan Hidup
Sebagaimana halnya anak anak lain,setiap tahun saat hari raya Imlek,saya sangat berharap mendapatkan angpau,tidak hanya dari ayah saya,tapi juga dari kakak kakek saya yang sudah bekerja dan sanak keluarga. Walaupun yang saya terima hanyalah uang logam recehan,tapi pada waktu itu,sungguh merupakan suatu hal yang sangat berarti. Dalam hati saya tumbuh suatu tekad,bila kelak saya dewasa dan dapat menikmati hidup layak,saya akan memberikan Angpau kepada anak anak yang membutuhkan,tidak peduli ia merayakan Imlek ataukah hari Raya Idul Fitri.
Puji syukur kepada Tuhan,kelak 30 tahun belakangan, ikrar saya sejak kecil dapat kami aplikasikan sewaktu kami tinggal di Wisma Indah I. di Ulak Karang Padang.
Beda Pendapat
Bahwa ada yang memiliki sudut pandang berbeda dalam hal ini dan mengatakan bahwa justru bagi bagi Angpau tidak mendidik anak anak,tentu saja merupakan hal yang sangat wajar.Rambut boleh sama hitam,tapi pendapat boleh berbeda beda . Dan yang berbeda itu,belum tentu salah,karena masing masing pendapat terlahir dari pengalaman hidup pribadi yang berbeda .
Bagi saya yang terlahir dari keluarga miskin dan hidup melarat bertahun tahun,tradisi bagi Angpau di Hari Raya apapun,adalah tradisi yang perlu dipertahankan,karena mengingatkan agar orang tua jangan pelit. Serta sekaligus mendidik anak anak ,untuk mengaplikasikan hidup berbagi.
Ketiga orang anak kami,yakni Irmansyah Effendi,Irwan Effendi dan Irvianty Effendi, dalam perjalanan hidup mereka ,tidak pernah berpangku tangan melihat penderitaan orang lain. Kami sebagai orang tua,sangat berbahagia dan bersyukur kepada Tuhan, bahwa ketiga anak kami arif dalam memaknai hidup berbagi