Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Bom Bunuh Diri dan Surat Wasiat Seorang Wanita

Diperbarui: 30 Maret 2021   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: www.reqnews.com

Yang Ditujukan Kepada Seluruh Bangsa Indonesia 

Peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di depan Gereja Kathedral Makasar ,bukan hanya merobek robek tubuh umat yang berada disekitarnya,tapi juga sekaligus merobek hati semua orang yang merasa dirinya orang Indonesia. Sesuai dengan semboyan :"Bhinneka Tunggal Ika" ,yang bermakna :"kita berbeda beda,tapi kita adalah satu bangsa,yakni :"Bangsa Indonesia" .Karena itu seyogyanya luka yang dirasakan oleh saudara saudara kita yang menjadi korban bom bunuh diri saat sedang menjalankan Ibadah Minggu,sekaligus melukai hati kita semuanya.

Berbagai pendapat berhamburan di media sosial.yang tentu kita bisa baca sendiri,sehingga tidak perlu saya kutip lagi sana sini. Isinya antara lain,ada yang mengutuk ,namun ada juga yang berhati malaikat ,bukannya mengutuk,malahan berdoa bagi pelaku. Tentu hal ini tidak perlu dikomentari apalagi sampai di justice mana yang benar dan mana yang salah. Karena kebenaran yang hakiki,hanya ada pada Tuhan. Kebenaran yang ada pada kita sebagai manusia adalah "Kebenaran yang bersifat parcial " atau kebenaran yang sepotong sepotong. Buktinya adalah terjadinya bom bunuh diri,yang mencomot sepotong kebenaran dan dijadikan alasan untuk melakukan aksi bunuh diri .

Tetiba Saya Jadi Ingat Akan Surat Wasiat Seorang Wanita

Surat wasiat ini bukan ditujukan kepada saya pribadi,tapi bagi semua orang yang mau membacanya,yakni dari seorang wanita yang bernama Kartini. Membaca setiap kalimat dalam surat ini, terasa bagaikan tersengat aliran listrik. Begitu keras dan menghujam. Hal ini telah mendorong saya untuk mengutip dan mempostingnya disini. Tanpa sama sekali bermaksud masuk kedalam konteks agama, melainkan semata untuk dijadikan renungan.

"Ya Tuhan, kadang-kadang saya berharap, alangkah baiknya, jika tidak pernah ada agama. Sebab, agama yang seharusnya justru mempersatukan semua manusia, sejak berabad-abad menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, pangkal pertumpahan darah yang sangat ngeri. Orang-orang seibu-sebapa ancam-mengancam berhadap-hadapan, karena berlainan cara mengabdi kepada Tuhan yang Esa dan yang sama.

Orang-orang yang berkasih-kasihan dengan cinta yang amat mesra, dengan sedihnya bercerai-berai. Perbedaan gereja, tempat menyeru kepada Tuhan yang sama, juga membuat dinding pembatas bagi dua hati yang berkasih-kasihan.Betulkah agama itu berkah bagi umat manusia? Agama yang harus menjauhkan kita dari berbuat dosa, justru berapa banyaknya dosa yang diperbuat atas nama agama itu!

 (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902 (dikutip dari blog forum lintas batas)

Saya baca berulang kali surat ini dan saya jadikan renungan diri  yang mendalam

Tjiptadinata Effendi


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline