Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Lebih dari Setengah Abad yang Lalu

Diperbarui: 28 Maret 2021   05:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ket.foto: hubungan kekeluargaan yang tak lapuk dimakan waktu/dokumentasi pribadi

Hubungan Kekeluargaan Kami Berawal dan Tetap Awet Hingga Kini

Hubungan persahabatan tidak semata dijalin antara orang orang yang sesuku dan seiman. Kalau dalam kalangan burung ,memang ada naluri yang mendorong mereka hanya mau berkumpul bersama dengan burung yang sejenis.Bahkan burung yang berwarna putih tidak akan mau bersahabat dengan burung gagak yang berwana hitam.Burung gereja,walaupun postur tubuhnya sama atau hampir sama dengan burung pipit,tetap saja akan memilih sesama jenisnya ,yakni burung gereja hanya mau bermain dengan sesama burung gereja dan begitu juga burung pipit hanya mau bermain disawah bersama burung sejenisnya.Karena memang begitulah naluri alami ,mengatur cara bagaimana mereka bertahan hidup dalam alam semesta ini

ket.foto: kami makan bersama di Padang 2 tahun lalu sebelum era covid/dokumentasi pribadi

Kita Bukan Bangsa Burung

Tapi konon manusia adalah mahkluk Ciptaan Tuhan yang paling mulia diseluruh jagat raya ini. Masa iya mau hidup seperti burung dengan hidup mengelompok dengan sesama jenis ,yang sesuku dan seiman?  Hal inilah yang membuka mata hati kami,untuk mulai keluar dari zona nyaman dan aman .Akibat dari sisa sisa peninggalan politik "devide et impera" dari penjajah, (tempo doeloe) hidup berkelompok di Kampung Cina ,demi untuk mempertahankan diri ,sehingga menciptakan gambaran seakan mereka hidup secara ekslusif . 

Seperti  kata peribahasa:"Bila ingin mengubah dunia,jangan tunggu hingga orang lain melakukannya,tapi mulailah terlebih dulu dari diri anda" Maka kami mulai merangkak keluar dari belenggu tak kasat mata. Mulai membuka diri untuk menjalin hubungan persahabatan dengan "orang orang bukan sesuku dan bukan seiman" Salah satu keluarga adalah keluarga "Zein" yang tinggal di Parak Kambie di kota Padang. Modal kunjungan adalah karena Erwin Zein anak dari keluarga ini,adalah murid saya di SD St,Fransiskus RK 2 di Padang

Kami mulai berkunjung dan pada waktu itu masih ada "Angku" (Engkong) dan  Pak M.Zein bersama isteri . Kami diterima dengan hati yang terbuka dans sejak itu kami saling berkunjung dan terjalinlah hubungan keluargaan ,walaupun saya sudah tidak lagi menjadi guru

Setengah Abad Berlalu Hubungan Kekeluargaan Kami Tetap Awet

Hingga kini,hubungan kami tetap awet.Walaupun Angku dan kedua orang tua mereka sudah lama almarhum,tapi hubungan kekeluargaan kami tidak luntur oleh perjalanan waktu .

Seperti kata peribahasa di kampung halaman saya:"

" Tak lapuak dek hujan ,Tak lakang dek paneh"  yang artinya :"Tidak lapuk oleh hujan,maupun panas" Satu lagi bukti,bahwa :

Perbedaan  bukanlah sebuah kutukan,melainkan sebuah berkah ,asal saja kita sama sama mau membuka hati 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline